kievskiy.org

Pentus Napitu Sudah Salahi Prosedur Sejak Awal

PENTUS Napitu, pamen Mabes Polri yang melakukan pemerasan terhadap bos karoke Fix Bandung saat disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (21/12/2015).*
PENTUS Napitu, pamen Mabes Polri yang melakukan pemerasan terhadap bos karoke Fix Bandung saat disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (21/12/2015).*

BANDUNG, (PRLM).- Terdakwa Pentus Napitu, pamen Mabes Polri yang melakukan pemerasan terhadap bos karoke Fix Bandung dinilai telah melanggar aturan sebagai anggota kepolisian. Terlebih adanya permintaan uang dan kehadiran pihak ketiga dalam penanganan kasus tersebut. "Seharusnya dalam penyidikan tersebut dibawa langsung ke Mabes Polri dan segera laporkan ke atasan," ujar saksi ahli dari Propam Mabes Polri, Kombes Basuki saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (21/12/2015). Dalam kesempatan tersebut saksi Basuki menjelaskan bahwa penanganan kasus yang dilakukan Pentus sudah menyalahi prosedur mulai dari penggeledahan, seharusnya penggeledahan disaksikan oleh aparat setempat. Bisa ketua RT atau pun ketua RW, lebih bagusnya disaksikan juga oleh aparat kepolisian setempat, seperti anggota polsek. Kemudian, menurut Basuki, hal yang melanggar lainnya, terduga yakni pemilik Karoke Fix dibawa dulu ke hotel Kedaton. Di tempat tersebut dilakukan interogasi. Seharusnya menurut Basuki, kalau memang ada pengembangan dan butuh waktu hingga menginap, jangan dibawa ke hotel, tapi dibawa ke kantor kepolisian setempat untuk dititipkan. "Seharusnya tidak dibawa ke hotel terlebih hotel tersebut dibayar oleh terduga. Tapi terduga dan juga barang buktinya dititipkan di kantor polisi setempat," ujarnya. Kalau pun saat dilakukan penggeledahan ditemukan narkoba kemudian dikembangkan dan di rumahnya ditemukan narkoba tidak seperti itu prosedurnya. Seharusnya bawa langsung ke kantor polisi dalam hal ini Mabes Polri. Kemudian dalam semua upaya tindakan paksa seperti penggeledahan dan penangkapan harus berita acaranya. Tapi dalam kasus tersebut semuanya tidak ada. Kemudian pengembangan kasus tersebut juga seharusnya dilaporkan ke atasan, bisa secara lisan atau tulisan, atau bisa juga meminta surat tugas dari kepolisian setempat dan melakukan kordinasi. Selanjutnya ketika jaksa penuntut umum TM Pakpahan menanyakan soal terduga tidak dibawa langsung ke Mabes Polri, malah berhenti dulu di RM Alam Sari, saksi Basuki menyatakan penyidikan seperti itu jelas menyalahi kode etik kepolisian. Seharusnya dibawa ke Kantor kepolisian setempat atau langsung dibawa ke Mabes Polri dan dilaporkannya ke atasan langsung. Terlebih adanya kehadiran pihak ketiga dalam kasus penanganan kasus tersebut yakni hadirnya Johan sebagai penghubung, itu sudah jelas melanggar aturan. Apalagi adanya permintaan uang itu jelas tidak dibenarkan, apapun alasannya. "Tidak boleh dibawa ke tempa lain. Tidak boleh ada pihak ketiga. Apalagi minta uang. Dan seharusnya terduga itu dibawa ke Mabes polri bukan malah dipulangkan," ujarnya. Sementara itu, terdakwa Pentus Napitu membantah bahwa dirinya tidak menginap di hotel Kedaton tapi sewa hotel itu untuk menginterogasi. Kemudian kepada majelis hakim yang diketuai Endang Makmun, terdakwa Pentus meminta untuk menghadirkan atasannya di Direktorat Narkoba. "Kami minta atasan saya dihadirkan, mudah-mudahan mereka bisa menjelaskan sepak terjang saya selama mengabdi di kepolisian," ujarnya. Usai pemeriksaan saksi, sidang diundur pada Senin (6/1/2016) dengan agenda pemeriksaan saksi ad charge. Seperti diketahui, perwira menengah Mabes Polri berpangkat AKBP, Pentus Napitu didakwa telah melakukan pemerasan terhadap seorang pengusaha karoke di Kota Bandung dan terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. Pentus dijerat Pasal 12 huruf e UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana. Tak hanya itu, ia juga dikenakan pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana. Dalam penjelasannya, JPU menyebut terdakwa Pentus telah melakukan pemerasan terhadap pengusaha karoke di Kota Bandung yang dituding sebagai bandar narkoba. Terdakwa yang ketika itu menjabat Kanit III Subdit IV Dittipidnarkoba Bareskrim, beraksi bersama empat anak buahnya, Kompol Sardjono, Aiptu Abdul Haris, Brigadir Garjito dan Brigadir Khoirul Jarodhi, serta dua temannya Robertus Johan dan Slamet. Kasus itu bermula saat Pentus memerintahkan anak buahnya untuk berangkat ke Bandung melakukan penyelidikan terkait laporan masyarakat tentang adanya penyalahgunaan narkoba di Fix Boutique karoke, 26 Februari 2015. Keesokan harinya, Pentus menyusul ke Bandung dan memesan dua room karaoke. Saat berada di dalam room karaoke, Pentus memanggil penanggungjawab Fix Boutique karoke, Juki. Pentus kemudian menanyakan kepada saksi Juki soal nama Hesty yang disebutnya telah kedapatan menyimpan narkotika jenis ekstasi. Terdakwa memperlihatkan plastik kecil yang didalamnya terdapat beberapa pil. Terdakwa lalu bertanya pada saksi Juki dimana tempat penyimpanan narkoba itu sambil memborgol saksi Juki. Pentus dan anak buahnya lalu menggeledah ruangan kantor saksi Juki dan tak menemukan ada barang bukti narkoba. Juki bersama Hesty lalu dibawa oleh terdakwa ke Hotel Kedaton dan digeledah. Terdakwa menemukan kunci brankas dan meminta saksi untuk menunjukan dimana brankas itu. "Mereka lalu pergi ke rumah saksi Juki di Komplek Singgasana Pradana. Terdakwa secara melawan hukum sudah melakukan penggeledahan tanpa saksi dan izin dari PN setempat. Setelah itu, saksi dibawa kembali oleh terdakwa ke Hotel Kedaton," kata JPU. Setibanya di hotel itu, saksi Juki ketakutan dan hal itu dimanfaatkan oleh terdakwa dan teman-temannya untuk meminta uang miliaran rupiah. (Yedi Supriadi/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat