kievskiy.org

Pungutan di Jalur Alternatif Lembang Bikin Wisatawan Risih dan tak Nyaman

Pengguna jalan dimintai iuran di Desa Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu 1 Juli 2017.*
Pengguna jalan dimintai iuran di Desa Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu 1 Juli 2017.*

NGAMPRAH, (PR).- Kepadatan lalu lintas selama liburan Lebaran di jalur utama Lembang, Kabupaten Bandung Barat, mengakibatkan sejumlah jalur alternatif turut ramai dilalui kendaraan. Meski begitu, sejumlah pengguna kendaraan mengaku tak nyaman dengan banyaknya pungutan di beberapa jalur alternatif.

Berdasarkan pantauan, Sabtu 1 Juli 2017, jalan desa yang berada di wilayah Desa Langensari merupakan salah satu titik yang marak pungutan. Di samping bisa menghindari kepadatan lalu lintas, jalan yang menghubungkan daerah Sukarame, Sukaraja, dan Ciputri itu juga memang dapat memotong jarak dan waktu tempuh dibandingkan lewat Jalan Tangkuban Perahu. 

Walau demikian, para pengguna jalan dimintai pungutan dengan jumlah tertentu, umumnya antara Rp 1.000-3.000. Para pengguna jalan kemudian diberi selembar karcis, sebagai bentuk terima kasih untuk partisipasi dalam membiayai pemeliharaan jalan. Kendati banyak pengendara roda dua yang mengelak bayar, sebagian besar pengendara tak dapat menghindar. Pasalnya, sejumlah warga segera menutupkan portal ketika banyak kendaraan yang lewat tanpa membayar.

Seorang wisatawan asal Majalaya, Intan Dewi (28) mengaku risih dengan kondisi tersebut. Dia beralasan, permintaan untuk membayar terkesan dipaksakan dan bukan berdasarkan kerelaan. "Sebenarnya saya enggak keberatan, karena nilainya juga enggak seberapa. Namun, saya kurang nyaman dengan caranya. Kami dicegat lalu disuruh bayar. Sudah bayar juga masih dimintai lagi, karena di tempat lain juga ada portal lagi," katanya.

Pungutan sejak 2010

Saat dimintai keterangan, sejumlah warga yang menarik pungutan menolak menjelaskan lebih lanjut. Mereka meminta agar persoalan pungutan itu ditanyakan ke Ketua Kelompok Pemelihara dan Pemanfaat (KPP) Supriyadi. Ditemui di rumahnya di Kampung Nyampay, Supriyadi mengaku bahwa penarikan iuran tersebut memang menimbulkan pro kontra di antara masyarakat umum maupun masyarakat sekitar.

"Dari tahun ke tahun memang ada pro kontra, tapi semakin ke sini semakin banyak orang yang mendukungnya. Soalnya, uangnya itu kan dipakai buat perbaikan dan pemeliharaan jalan. Buat kami, yang penting jalan ini bisa terpelihara, karena kalau menunggu perbaikan dari pemerintah biasanya lama," kata Supriyadi, yang juga Ketua RW 15 Desa Langensari.

Menurut dia, penarikan iuran bagi para pengguna jalan itu dimulai sejak 2010, seiring dengan pembukaan jalan dan pembentukan KPP. Dengan dijembatani oleh anggota DPRD Bandung Barat, kata dia, anggaran dari pemerintah yang disediakan untuk membuka dan membangun jalan hanyalah Rp 250 juta. 

"Panjang jalannya 1.9.75 meter. Awalnya itu jalan setapak. Dari dulu memang sudah ada wacana mau dibangun jalan, tapi enggak terealisasi sampai ada bantuan Rp 250 juta itu pada 2010. Uangnya lalu dipakai buat pelebaran dan pembangunan jalan. Waktu itu banyak juga anggaran yang berasal dari swadaya masyarakat, karena Rp 250 juta tentu enggak cukup," katanya.

Oleh karena itu, lanjut dia, para pengguna jalan kemudian turut dimintai sumbangan untuk terlibat dalam pemeliharaan jalan. Menurut Supriyadi, penarikan iuran bagi pengguna jalan itu pun sudah diatur dalam peraturan desa. Sempat ditentukan tarif bagi motor dan mobil yang lewat, kata dia, dua tahun terakhir ini para pengguna jalan hanya dimintai seikhlasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat