kievskiy.org

Kisah Pusara Pejuang Tak Bernama di Cadasgorowong Bandung Barat, Pahlawan yang Gugur Tanpa Tercatat

Deretan pusara pejuang dengan nisan tanpa nama di Kampung Cadasgorowong, Desa Campakamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
Deretan pusara pejuang dengan nisan tanpa nama di Kampung Cadasgorowong, Desa Campakamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. /Pikiran-rakyat.com/Bambang Arifianto

PIKIRAN RAKYAT - Deretan pusara dengan nisan tanpa nama  itu menjadi saksi pengorbanan sejumlah pejuang kemerdekaan yang gugur di kawasan Pasir Cikur, Kampung Cadasgorowong, Desa Campakamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

Di tempat itu, para pejuang yang tengah beristirahat mendapat serangan mendadak pasukan Belanda hingga menyebabkan banyakk korban jiwa. Kisah itu memang minim tercatat dalam dokumentasi atau buku-buku sejarah. 

Pikiran-rakyat.com menelusuri dan mencoba merekonstruksi peristiwa itu bertepatan dengan momen peringatan Hari Pahlawan 10 November 2020. Sejarah bukan hanya panggung tokoh-tokoh besar semata, tetapi juga kisah pusara-pusara pejuang tanpa nama yang kerap luput tercatat.

 Baca Juga: Niat Mancing di Sungai Kalikuto, Warga Batang Malah Temukan Mayat Bayi Mengambang

Wiharya,‎ warga Kampung Cibodas, Desa Cirawamekar, Kecamatan Cipatat tiba-tiba kedatangan tamu tak diundang saat tengah menumbuk buah gandrung di depan rumahnya puluhan tahun lalu. Mereka yang merupakan rombongan pasukan atau tentara asing menyambangi kediamannya saaat hari masih pagi. Seorang serdadu yang bisa berbahasa Melayu bertanya kepadanya tentang lokasi jalur rel kereta api Bandung-Cianjur. Awalnya, Wiharya salah dengar kala serdadu itu menyebut-nyebut istilah sepur atau kereta api dalam pertanyaannya. Yang terdengar di telinga pria asli Cibodas kelahiran 1920 itu istilah sepur menjadi sekul. 

"Bukan itu, (tetapi) gejeg-gejeg," ujar Wiharya menirukan ucapan sang serdadu yang terpaksa  memperdengarkan bunyi kereta melaju melalui mulutnya. Pria yang telah berusia satu abad itu masih bisa mengingat dan menceritakan kisah lama tersebut kepada "PR" yang menyambangi kediamannya, Senin, 9 November 2020.

Wiharya akhirnya ngeh, rombongan yang disebutnya pasukan Belanda itu tengah mencari posisi rel kereta. Pasukan tersebut kemudian berpencar. Ternyata kehadiran pasukan Belanda itu menjadi titik awal penyergapan dan penyerangan sejumlah pejuang yang sedang beristirahat di Pasir Cikur yang berada di perbukitan dan berdampingan dengan jalur rel Bandung-Cianjur.

 Baca Juga: Timnas Indonesia U-19: Shin Tae-yong Minta Pemain Disiplin Selama TC Virtual

Wiharya mengatakan, Belanda menyerang dari dua jurusan, yakni dari arah Cipatat dan Ciburuy. Serangan mendadak itu tak disadari pejuang. Lokasi mereka beristirahat pun tak strategis sebagai tempat pertahanan karena berada di bawah bukit lain yang dikenal warga sebagai Pasir Tulang. Di ketinggian Pasir Tulang, para pejuang menjadi sasaran empuk pasukan Belanda yang menembakinya. ‎"Katingker, margi eta di lebak (para pejuang terkepung karena posisinya berada di bawah para penyerang)," ujarnya.  

Pemandangan mengenaskan jasad-jasad puluhan para pejuang yang bergelimpangan di tepi rel pun disaksikan warga selepas penyerangan selesai. Warga, lanjut Wiharya, tak ada yang berani menguburkan jasad-jasad itu. Setelah 2-3 hari kemudian, warga mulai berani mendekat. Lagi-lagi, rasa takut terhadap Belanda membuat warga tak berani menguburkannya. Wiharya yang datang ke tempat kejadian pun hanya sekadar nyeblokan taneuh atau menutupi jasad dengan taburan tanah saja. Kondisi jasad-jasad  tersebut juga sudah membengkak.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat