kievskiy.org

Unik Pernik Sepatu Tabi, Alas Kaki ala Jepang yang Kembali Jadi Tren

Sepatu tabi ala Jepang yang kembali jadi tren.
Sepatu tabi ala Jepang yang kembali jadi tren. /Instagram @cajsa._

PIKIRAN RAKYAT - Dinamika tren alas kaki semakin eksploratif dengan berbagai desain yang menyenangkan mata, menyamankan kaki, dan membahagiakan hati. Termasuk, pernik yang kian digemari berupa kemunculan desain-desain lucu dan unik sepatu tabi.

Tabi pertama kali digunakan masyarakat tradisional Jepang abad ke-15, ketika mereka mulai mengimpor katun dari Tiongkok. Pada masa itu, tabi yang masih merupakan kaos kaki hadir dalam beragam warna yang mencerminkan kelas sosial dan kebutuhan penggunanya.

Pada dasarnya, sepatu tabi adalah alas kaki yang terbelah menjadi dua. Ya, pada alas kaki ini, bagian ibu jarinya terpisah dengan keempat jari lainnya.

Industrialisasi Jepang pada abad ke-20 memungkinkan penggunaan tabi berbahan karet untuk aktivitas luar ruang. Penemu Bridgestone, Shojiro Ishibashi, menggagas Jikatabi yang lebih durable untuk menjejak langsung ke tanah.

Tabi kemudian menjadi item populer yang hanya digunakan di Jepang hingga munculnya koleksi pertama tabi dalam balutan fashion modern ala Maison Margiela pada 1988. Jenama ini terkenal dengan gaya avant-garde dan eksperimental.

Dalam perkembangannya, alas kaki ini kian populer lewat inovasi karya berbagai desainer sepatu mancanegara, tak terkecuali Indonesia. Seperti yang dilakukan jenama limited self-crafted footwear asal Bandung, Cajsa (baca: Ky-Szha) Studio. Mereka menjadi pionir produksi sepatu ala tabi di tanah air.

Pendiri dan desainer Cajsa, Adity Erlangi (39), mengatakan bahwa awalnya ia membuat sepatu tabi untuk dikenakannya sendiri. Dibandingkan dengan sepatu pada umumnya, Adity yang akrab dengan produksi sepatu selama hampir dua dekade ini merasakan tingkat kesulitan yang berbeda ketika membuat sepatu tabi.

Pada setiap sepatu tabi dengan jempol terpisah, ada bagian split toe yang begitu tricky dikerjakan. Agar bagian tersebut bisa nyaman dikenakan dan tahan lama, memerlukan detail pengerjaan yang tinggi. Belum lagi, kualitas jahitan yang harus rapi dengan presisi.

“Saat sudah jadi, kok lucu banget. Pas teman-teman lihat, respons mereka semua adalah menyarankan untuk bisa dijual,” kata Adity, ketika ditemui di workshop Cajsa di Jalan Tanjung, Kota Bandung, beberapa waktu lalu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat