PIKIRAN RAKYAT - Tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar sedang disorot lembaga-lembaga hak asasi manusia lantaran mengabaikan hak-hak buruh konstruksi yang membangun stadion untuk Piala Dunia 2022.
Dilansir Pikiran-Rakyat.com (PR) dari The Guardian pada 11 Juni 2020, sebanyak 100 buruh migran yang membangun stadion tidak dibayar gajinya selama lebih dari 7 bulan.
Qatar Meta Coats (QMC), perusahaan konstruksi yang mempekerjakan buruh-buruh itu berutang sekitar 1.720 poundsterling (Rp 30.744.268) hingga 12.900 pounsterling (Rp 230.582.014) kepada para pekerjanya.
Baca Juga: Suarakan Black Lives Matter, Striker Persib Geoffrey Castillion Tegas Tentang Hal Ini
"Kasus ini adalah contoh terbaru yang bisa menggambarkan betapa mudahnya eksploitasi buruh terjadi di Qatar. Padahal mereka sedang membangun stadion untuk Piala Dunia," sebut Steve Cockburn, kepala divisi keadilan ekonomi dan sosial di lembaga hak asasi manusia, Amnesty Internasional.
Amnesty Internasional bukannya tanpa usaha untuk menghentikan kasus eksploitasi buruh di Qatar.
"Bertahun-tahun kami mendesak Qatar untuk mengubah sistem, tapi perubahan tak juga dilakukan. Sebenarnya tidak perlu sampai Amnesty Internasional turun tangan hanya untuk memastikan para buruh di Qatar mendapatkan haknya," papar Cockburn.
Kritik juga diarahakan oleh Amnesty Internasional kepada badan sepak bola dunia, FIFA.
"Andai saja FIFA mau menggunakan kekuatannya untuk mendesak Qatar untuk mengubah sistemnya, kita tidak akan mendengar kisah buruh menderita selama dua setengah tahun sampai kick-off Piala Dunia," ujarnya.