kievskiy.org

SBY Kritik Target Pajak Tinggi

PRESIDEN ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).*
PRESIDEN ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).*

JAKARTA, (PRLM).- ‎Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai tidak memungkinkan jika pemerintah meminta target pajak tinggi di saat ekonomi sedang lesu. Dia berpendapat jika mencegah pemutusan hubungan kerja lebih penting dibandingkan dengan terlalu fokus dalam memperbaiki fiskal. "‎Mungkin saja presiden saat ini pak Jokowi memiliki strategi. Tapi dulu saya memiliki menerapkan keep buying strategy setelag mendapatkan banyak masukan dari pelaku usaha,"ujar dia saat melakukan pertemuan dengan pengurus Kamar Dagang Industri di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (3/2/2016). Dia mengatakan, Indonesia tidak harus mengikuti resep IMF yang sangat konservatif. Dalam mengatasi krisis, Indonesia harus berani melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan. Menurut dia, strateginya tersebut memastikan bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki daya beli untuk kebutuhan pokok. Dengan adanya permintaan, maka perusahaan yang berkecimpung di sektor real tidak akan bangkrut. Hal itu tentunya dapat mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja. Jika perusahaan yang bergerak di sektor real masih berproduksi, menurut SBY, otomatis pemerintah masih mendapatkan penerimaan pajak.‎ "Jadi tidak mungkin kalau ekonomi sedang megap megap (pemerintah) minta pajak lebih tinggi dibandingkan dengan ekonomi saat normal dan tumbuh dengan baik,"kata dia. ‎Oleh sebab itu, menurut SBY, pemerintah sebaiknya sigap meringankan beban perusahaan yang terancam melakukan PHK. "Fiskal kita mungkin tidak terlalu bagus, tapi yang penting rakyat masih bisa membeli. Jadi menurut saya program BLT bukan hal yang tabu,"kata dia. Dia mengakui, kebijakan tersebut akan bertentangan dengan pendapat beberapa ekonom. Sebagian ekonom memilih untu mengetatkan ikat pinggang dalam rangka memperbaiki fiskal. "Memang saya tidak setuju cara sadis. Permintaan turun, perusahaan gulung tikar, PHK terjadi, sektor real langsng drop. Itu pengalaman kita, setiap pemimpin pasti punya strategi masing-masing,"ujarnya. Ketua Kadin Rosan P. Roeslani mengatakan, postur APBN harus lebih realistis. Jika dari sisi penerimaan menurun, maka pengeluaran pin harus dipangkas. "Pengeluaran yang harus dipangkas apa? Jangan sampai dibuat rancangan postur APBN banyak melesetnya,"ujarnya. Dia mengatakan, insentif pajak bisa mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja. Jika terjadi PHK, maka daya beli masyarakat akan semakin menurun. "Kita sebenarnya sudah sering memberikan masukan pada pemerintah untu memberikan insentif fiskal pada perusahaan terutama yang padat karya dan berorientasi ekspor. Pemerintah sudah melakukan perbaikan, tapi masih harus dibenahi,"kata dia. Dirinya memahami jika pelaku usaha wajib membayar pajak. Namun pemerintah juga harus mempertimbangkan iklim usaha yang saat ini belum stabil bagi para pelaku usaha. (Tia Dwitiani Komalasari/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat