JAKARTA, (PR).- Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menegaskan bahwa BI mempersiapkan langkah kebijakan moneter yang tegas. Hal itu akan dilakukan secara konsisten untuk melakukan stabilisasi Rupiah. Termasuk melalui penyesuaian suku bunga kebijakan 7-day Reverse Repo Rate dengan lebih memprioritaskan pada stabilisasi, untuk memastikan keyakinan pasar dan kestabilan makro ekonomi nasional tetap terjaga.
Seperti diketahui, BI tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 4,25 persen meskipun pasar sudah memprediksi kenaikan suku bungan acuan Bank Sentra Amerika, The Fed, sebanyak minimal tiga kali pada tahun ini. Suku bunga acuan tersebut bertahan selama delapan bulan sejak terakhir diturunkan pada September 2017.
Agus mengatakan, Bank Indonesia juga terus menjaga kesinambungan pemulihan ekonomi dengan terus menempuh langkah-langkah stabilisasi yang diperlukan. "Termasuk terus melakukan intervensi di pasar valuta asing secara terukur, stabilisasi di pasar Surat Berharga Negara, serta mengoptimalkan berbagai instrumenoperasi moneter valas dan Rupiah. Langkah itu diantaranya membuka lelang Forex Swap untuk menjaga ketersediaan likuditas Rupiah dan menstabilkan suku bunga di pasar uang sehingga memastikan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah terkelola dengan baik," ujar dia melalui siaran pers yang dikirimkan, Rabu 9 Mei 2018.
Dia mengatakan, pelemahan Rupiah yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir merupakan dampak dari menguatnya dolar AS secara berskala luas (broadbased) terhadap seluruh mata uang. Hal itu terjadi sehubungan dengan semakin solidnya ekonomi AS di tengah lambatnya pemulihan ekonomi di berbagai kawasan.
Kurs Rupiah lebih baik dari negara lain
Menurut Agus, pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS juga masih lebih baik dibandingkan mata uang lainnya. Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai tukar Rupiah secara year to date (ytd) per 8 Mei 2018 melemah 3,44%. Sementara Peso Filipina melemah 3,72%, Rupee India 4,76%, Real Brasil 6,83%, Rubel Rusia 8,93%, dan Lira Turki 11,51%.
"Tekanan pada nilai tukar mata uang negara-negara maju lainnya juga besar. Begitu juga dengan negara-negara berkembang," ujar dia.
Agus mengatakan, Indonesia telah mengalami beberapa tekanan yang cukup besar seperti saat ini dalam lima tahun terakhir sejak Bank Sentral AS melakukan program tapering off di tahun 2013. Bank Indonesia meyakini bahwa Indonesia juga akan berhasil melewati tekanan saat ini dengan baik, dengan perekonomian yang tetap tumbuh berkesinambungan dan stabil.
Menurut Agus, Kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia tercermin dari data realisasi pertumbuhan PDB Triwulan IV 2017, serta pertumbuhan PDB Triwulan I 2018 sebesar 5,06% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut tetap stabil, kuat, dengan struktur ekonomi yang lebih baik.
Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2018 merupakan capaian tertinggi di pola musiman triwulan I sejak tahun 2015. Permintaan domestik yang meningkat pada triwulan I 2018 juga didukung oleh investasi yang naik dan konsumsi swasta yang tetap kuat. "Sementara itu, kestabilan inflasi tetap terjaga pada level rendah sesuai target 3,5% ±1%,"ujar dia.