AKHIR tahun biasanya menjadi komentum yang dinanti banyak orang. Pertama, karena rentang waktu itu diwarnai berbagai perayaan yang membuka kantong-kantong liburan. Kedua, bulan-bulan November dan Desember kerap dijadikan pedagang sebagai periode penjualan berlabel diskon besar.
Hampir semua merek lintas kategori ambil bagian di dalamnya. Selagi diskon, banyak orang memanfaatkannya untuk membeli barang-barang yang diperlukan atau barang idaman yang sebenarnya tidak benar-benar dibutuhkan.
Dahulu, sale akhir tahun hanya berpusat di toko-toko fisik dan gedung perbelanjaan. Seiring berkembangnya gaya hidup digital, kini kegempitaan festival belanja bisa diikuti di situs-situs belanja online yang menggantikan fungsi toko fisik dan gedung perbelanjaan.
Jika menilik laporan Google Temasek, aktivitas pembeli di industri belanja online Indonesia sudah mampu menggerakkan uang hingga 27 miliar dolar tahun 2018 ini.
Di balik festival belanja online: mengapa masyarakat begitu antusias?
Penetrasi internet dalam keseharian kita memberi impresi yang signifikan untuk berbelanja di marketplace maupun e-commerce. Jika awalnya belanja online dihindari karena banyak prasangka dari aspek kepercayaan, komunikasi, kualitas barang, maupun waktu pengiriman, kini semua orang seperti ketagihan berbelanja.
Kita bisa berkaca dari aktivitas pengguna Lazada pada momen Singles’ Day yang lalu.
![](https://kievskiy.org/#STATIC#/public/image/2018/12/1 Kategori Provinsi (Lazada iPrice).jpg)
Gelaran festival belanja online pada tanggal 11 November itu mendapat respons merata dari konsumen di seluruh provinsi Indonesia.
Bahkan, antusiasme masyarakat Indonesia pada gelaran itu sudah mulai terdeteksi sejak akhir Oktober.