kievskiy.org

Defisit Perdagangan Industri Farmasi Melebar

ILUSTRASI investasi bidang farmasi.*/CANVA
ILUSTRASI investasi bidang farmasi.*/CANVA

JAKARTA, (PR).- Defisit neraca perdagangan produk industri farmasi semakin melebar dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2008 yang mewajibkan perusahaan farmasi asing berproduksi di dalam negeri untuk mendapatkan persetujuan obat, ternyata tidak efektif dalam meningkatkan investasi asing di sektor tersebut. 

Direktur Perencanaan Jasa dan Kawasan Badan Koordinasi Penanaman Modal, Nurul Ichwan, mengatakan, kesenjangan antara nilai ekspor dan impor Indonesia semakin melebar sejak Permenkes itu diterapkan. Pada 2014, nilai ekspor produk farmasi Indonesia mencapai 518,1 juta dolar AS dan nilai impor mencapai 710,2 juta dolar AS. Sementara pada 2018,  ekspor produk farmasi senilai 546,2 juta dolar AS, dengan nilai impor 990,5 juta dolar AS. 

"Jika diperhatikan gap-nya dari tahun ke tahun semakin besar," ujar Ichwan di kantor BKPM Jakarta, Selasa, 2 Juli 2019.

Dia mengatakan,  pemerintah menargetkan Indonesia masuk dalam 15 besar industri farmasi dunia pada 2025. Namun, hal itu baru bisa dilakukan jika pemerintah mampu menghasilkan regulasi yang menciptakan industri menjadi lebih kondusif dan menarik bagi para investor. 

"Kita paham menarik investor farmasi tidak gampang. Karakteristik investasinya besar dan penuh regulasi. Industri ini juga memerlukan teknologi dan skill SDM yang tinggi," ujarnya. 

Nilai investasi bidang farmasi terus menurun

Direktur Riset Institute for Development and Economics Finance, Berly Martawardaya, mengatakan, investasi asing sektor farmasi 2018 menurun 25% jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik investasi di sektor ini masih belum kuat. 

Dia mengatakan, salah satu peraturan yang dapat menghambat investor di sektor ini adalah Permenkes Nomor 10 Tahun 2008. "Nilai investasi sektor farmasi terus menurun sejak 2012, sejak diimplementasikannya peraturan tersebut," ujarnya. 

Berly mengatakan, investasi asing dibutuhkan untuk menekan defisit neraca perdagangan di sektor ini. Sebab, Indonesia masih mengimpor lebih dari 90 persen bahan baku yang dibutuhkan farmasi. Sebanyak 70% bahan baku tersebut berasal dari Tiongkok. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat