BANDUNG, (PR).- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendorong pola kemitraan antara petani garam dan industri pengolahan garam. Diharapkan melalui pola kemitraan yang sehat antara kedua pihak tersebut harga garam di tingkat petani terjaga kestabilannya. Selain itu, KPPU juga mendorong diterapkannya mekanisme lelang agar petani memiliki kesempatan untuk mendapatkan harga terbaik di perusahaan.
Kepala Kantor Wilayah III KPPU, Aru Armando mengemukakan Jabar memiliki potensi besar di sektor garam. Hal tersebut dikarenakan provinsi ini merupakan sentra penghasil garam rakyat terbesar ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Bahkan Kabupaten Indramayu adalah sentra garam rakyat terbesar dengan angka produksi mencapai 319 ribu ton untuk tahun 2018.
Akan tetapi ada sejumlah permasalahan yang dihadapi para petani yang menyebabkan potensi tersebut belum dapat dioptimalkan. Persoalan tersebut di antaranya terkait kualitas garam yang kurang baik, yang merupakan persoalan mendasar dari garam rakyat di Indonesia, khususnya di Jabar. Dikatakan kandungan NaCL dari garam yang dihasilkan kurang dari 94% yang merupakan batasan garam konsumsi, dan kurang dari 97% untuk garam industri.
Walau demikian, Aru mengungkapkan, dari informasi yang dimiliki Kantor Wilayah III KPPU ternyata Jabar memiliki sentra garam yang di wilayah tersebut ditemukan garam yang kandungannya sangat bagus.
“Tidak semua sentra garam rakyat kualitasnya kurang baik. Sentra garam di Kabupaten Indramayu terdapat garam yang memenuhi standar minimum untuk kebutuhan garam kesehatan dan kosmetik,” ujarnya di melalui keterangan yang diterima “PR”, Selasa 6 Agustus 2019.
Persoalannya lainnya, papar Aru, terletak pada tata niaga garam. Di antaranya adalah peran tengkulak yang punya peran menentukan harga. Terdapat dua pola perdagangan garam rakyat saat ini. Pertama, petani menjual langsung ke pabrik atau industri pengolahan garam. Sedangkan pola kedua, petani menjual ke perantara atau tengkulak.
“Ke depan pemerintah, baik pusat atau daerah perlu memikirkan mekanisme pelelangan garam. Dengan mekanisme pelelangan, petani punya potensi mendapatkan harga terbaik di pasaran,” ujarnya.
Namun demikian, mekanisme pelelangan perlu di barengi dengan peningkatan kualitas garam rakyat. Di sisi lain, lanjut Aru, pemerintah pusat dalam kebijakannya harus berpihak kepada petani garam rakyat, utamanya dalam hal kebijakan impor garam. Hal itu dilakukan dengan selain menegakkan kewajiban pembeilan kuota 20%, juga mengatur masa impornya.
“Jangan sampai kegiatan impor dilakukan jelang panen raya. Karena akan mempengaruhi harga garam rakyat,” ucapnya.