kievskiy.org

Jangan Sampai Kenaikan Upah Sebabkan Perusahaan Kolaps

PEKERJA menyelesaikan produksi kain sarung di Pabrik Tekstil Kawasan Industri Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat, 4 Januari 2019.*/ANTARA
PEKERJA menyelesaikan produksi kain sarung di Pabrik Tekstil Kawasan Industri Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat, 4 Januari 2019.*/ANTARA

BANDUNG, (PR).- Sejumlah pekerja yang tergabung dalam forum pekerja garmen meminta pemerintah memikirkan nasib dari pekerja di industri padat karya. Para pekerja ini juga meminta pemerintah menjaga keberlangsung industri padat karya di wilayahnya dengan kata lain tidak terjadi relokasi ke daerah lain.

Murdoko dari Forum Pekerja Garmen Kabupaten Bogor mengatakan pada prinsipnya sebagai pekerja tentunya menginginkan upah yang tinggi. Hanya tentu juga harus dipertimbangkan aspek lain, yakni kemampuan dari perusahaan. Jangan sampai kenaikan upah justru menyebabkan perusahaan kolaps. Murdoko memiliki surat kuasa untuk mewakili 34 perusahaan dengan total pekerja 39.946

Ia memaparkan saat ini dari 34 perusahaan yang tersisa ada 2 perusahaan sudah tutup. Perusahan tersebut berhenti beroperasi karena tidak dapat memenuhi angka Upah Minimum Padat Karya serta Upah Minimum khusus Perusahaan Tekstil dan  Produk Tekstil (UMPK/UMKPTPT) 2018 yang ditetapkan Rp 3,3 juta.

“Mungkin yang memperjuangkan diatas tidak pernah merasakan sulitnya mencari pekerjaan. Pekerja di industri padat karya sebagian besar berumur diatas 40 tahun, kemudian dari sisi pendidikan pun minim. Bayangkan, jika tutup mereka harus kemana. Pemerintah harus menyelamatkan,” katanya saat konferensi pers Rembug Regional II-2019 "Penyelamatan Industri Padat Karya Sektor Tekstil dan Produk Tekstil di Jawa Barat" di Bandung, Senin, 28 Oktober 2019.

Perwakilan pekerja garmen non serikat, Tajum yang mewakili 9 perusahaan dengan jumlah pekerja 14.943 mengatakan di Subang pada tahun ini sudah ada 5 perusahaan yang tutup dan menyebakan 7.700 pekerja kehilangan pekerjaan. Selain itu, ada 5 perusahaan lain yang diketahui sudah membangun pabrik di wilayah Jawa Tengah yang tidak menutup kemungkinan akan merelokasi kala upah di wilayah Subang semakin tinggi.

“Kami juga ingin upah tinggi, tapi realistis, kerja lebih lama, dapat income, anak bisa sekolah. Semua harus bekerjasama dan bergandengan tangan,” katanya.

Sementara itu, Neng Kusmini dari Purwakarta menuturkan sektar 85 persen pekerja dari industri padat karya di wilayah tersebut merupakan pekerja perempuan dan banyak dari mereka yang hanya mengeyam pendidikan hingga sekolah dasar. Bahkan tidak sedikit yang tidak bersekolah. Maka bisa dibayangkan jika perusahaan di  wilayah tersebut berhenti beroperasi termasuk merelokasi karena tidak mampu memenuhi aturan upah yang ditetapkan.

Neng pun menambahkan, pemerintah jangan melihat opsi relokasi ke daerah yang lebih rendah upahnya sebagai solusi. Karena, harapan dari pekerja adalah industri tersebut tetap eksis di wilayahnya.

“Garmen ini sangat dibutuhkan di Purwakarta. Pemerintah harus melihat kebawah bagaimana dampaknya ke kesejahteraan dan keharmonisan keluarga. Mohon diperhatikan nasib perempuan pekerja ini. Tolong lihat kebawah, lihat kondisi kami yang ada di lapangan. Berikan solusi terbaik,” katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat