kievskiy.org

Tiba-tiba Bicara dengan Aksen British, Britney Spears Diduga Idap Foreign Syndrome Accent

Penyanyi Britney Spears.
Penyanyi Britney Spears. /Reuters/Mario Anzuoni

PIKIRAN RAKYAT – Penyanyi Britney Spears mengejutkan penggemar usai mengunggah video di akun Instagram miliknya. Dalam video tersebut, pelantun lagu Baby One More Time ini kedapatan berbicara dengan aksen yang berbeda dari biasanya.

Sebagai orang yang lahir dan tumbuh di Amerika Serikat, Britney biasanya berbicara dengan aksen Amerika. Namun dalam video tersebut, penggemar menyoroti adanya aksen yang mencampurkan British dan Australia.

Meski sebagian besar penggemar beranggapan Britney Spears melakukan ini hanya untuk bersenang-senang, beberapa penggemar lain menghubungkannya dengan rekam jejak kesehatan mental sang bintang pop. Mereka beranggapan, bisa saja ini adalah efek dari kondisi medis yang lebih serius.

Baca Juga: Barbie Kumalasari Siap Rombak Penampilan untuk Video Klip Terbarunya: Aku Harus Berubah Jadi Britney Spears

Meski belum ada diagnosa resmi dari kondisi Britney Spears, ada koneksi antara kondisi disfungsi kognitif dengan perilaku bicara dengan aksen berbeda. Dilansir dari HelloGiggles, kondisi ini disebut Foreign Accent Syndrome (FAS).

Menurut University of Texas di Dallas (UT), FAS adalah gangguan bicara yang ditandai dengan perubahan aksen secara tiba-tiba, sehingga penutur asli suatu bahasa dianggap dapat bicara dengan aksen asing yang sebelumnya tidak ia kuasai. Kasus FAS pertama yang diteliti terjadi pada 1907, saat seorang pria Paris tiba-tiba berbicara dengan aksen Alsatian pasca mengalami stroke.

Fenomena FAS di seluruh dunia yang telah terdokumentasi sejauh ini juga meliputi perubahan aksen dari Jepang ke Korea, Inggris ke Perancis, Spanyol ke Hungaria, dan American-English ke British-English, seperti yang diduga dialami oleh Britney Spears.

Baca Juga: Hampir Jadi Ratu Inggris, Ini 10 Fakta Menarik Britney Spears

Kebanyakan kasus FAS disebabkan oleh kerusakan otak, meski ada beberapa kondisi yang terjadi karena faktor psikologis. Para ahli juga belum dapat memastikan sepenuhnya mengapa kerusakan otak dapat berkembang menjadi sindrom ini.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat