kievskiy.org

Fin, Kisah Perjalanan Tuna Sirip Kuning

FILM dokumenter
FILM dokumenter

BANDUNG, (PR).- Isu globalisasi menarik minat penggiat film dokumenter asal Amerika Serikat, Patrick Gilfether. Lewat film dokumenter berjudul "Fin", Patrick bersama rekannya Kirk Pearson dan Ferry Gelluny membuat kisah perjalanan ikan tuna sirip kuning yang diekspor dari Aceh ke Jepang. Dalam bentuk instalasi video interaktif, fim dokumenter "Fin" bisa dilihat di Omni Space-Omuniuum Jalan Ciumbuleuit Kota Bandung mulai 12 sampai 16 Juni 2016. Patrick menceritakan, dia menjadikan film sebagai sarana mengeksplorasi globalisasi. Saat datang ke Aceh setahun lalu, Patrick tertarik untuk membuat film dokumenter yang berkaitan dengan globalisasi yang mengubah manusia dan sistem ekonomi. Awalnya dia akan membuat dokumenter tentang kelapa sawit, tapi aksesnya sulit. "Suatu hari saya bertemu pengekspor ikan tuna. Ternyata ikan tuna ini melalui proses yang sangat global. Soalnya tuna dari Aceh, dikirim ke Jepang, Korea, Vietnam, Amerika Serikat, dan Jakarta. Dari Aceh saja bisa sampai ke lima negara," tutur Patrick, Senin 13 Juni 2016. Patrick menceritakan, proses pembuatan film dokumenter "Fin" dilakukan selama empat bulan. Dua bulan sebelum shooting dia berbincang dengan para nelayan. Patrick menemukan fakta, kalau para nelayan tidak tahu akan dibawa kemana ikan tuna hasil tangkapannya. Setelah shooting di perairan Aceh dan sekitarnya, Patrick menyambangi Jepang selama 13 hari untuk melihat perjalanan ikan tuna sampai akhirnya dikonsumsi. Pada pameran di Omni Space, Patrick membagi film menjadi 24 adegan. Uniknya, pemirsa pameran bisa memilih adegan mana yang akan ditonton lewat tombol A, S, dan D dari keyboard komputer. Jika ditonton runut semua adegan, durasi film "Fin" sekitar 25 menit. "Judul 'Fin', merujuk ke sirip. Selain itu, 'fin' juga berarti tamat atau the end. Saya ingin membuat lelulon, karena film ini tidak ada awal dan akhirnya. Judul ini sebagai metafora proses globalisasi yang prosesnya satu rangkaian dan siklusnya tidak berakhir," ungkap Patrick yang menggelar premiere film "Fin" di Amerika Serikat, April 2016 lalu. "Tujuan saya membuat film ini adalah untuk menjawab penasaran terkait sistem market, global, dan hidup kita. Misalnya, apakah kita tahu siapa yang bikin kaus yang dipakai hari ini. Pasti tidak bisa jawab. Jadi saya ingin tahu prosesnya. Saya penasaran dengan asal mula barang-barang yang support hidup kita," kata Patrick. Sementara itu, Ferry Gelluny, fotografer dan videografer asal Aceh yang membantu Patrick mengungkapkan, instalasi yang dipamerkan di Omni Space masih protipe. Soalnya ke depannya, akan diubah dan dikembangkan lagi. Menurut Ferry, hasil akhrinya akan berupa interaktif berbasis web. "Pameran ini sebagai simulasi. Apa reaksi orang ketika melihat frame per frame film 'Fin'. Persepsi, pertanyaan, dan pernyataan pemirsa pameran menjadi penting bagi proyek ini," ujar Ferry.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat