SAAT ini, banyak masyarakat mengajukan opsi tes DNA sebagai jalan keluar sebuah persengketaan yang berhubungan dengan garis keturunan. Di sisi lain, masih banyak juga masyarakat awam mengenai tes DNA yang sesungguhnya. Bagaimana cara mendapatkannya, mekanismenya, hingga apa yang dibutuhkan untuk menempuh tes tersebut.
Dokter Spesialis Forensik Yoni Syukriani menyebutkan, DNA yang merupakan kependekan dari deoxyribonucleic acid atau asam deoksiribonukleat adalah asam nukleat yang menyimpan semua informasi tentang genetika, dan diwarisi dari kedua orang tua. Inilah yang menentukan jenis rambut, warna kulit, dan karakter biologis dari manusia.
Metode yang digunakan dalam tes DNA adalah dengan mengidentifikasi fragmen-fragmen dari DNA itu sendiri. Atau, secara sederhananya, tes DNA adalah metode untuk mengidentifikasi, menghimpun, dan menginventarisasi penanda khas karakter tubuh seseorang.
Tes DNA dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Secara garis besar, tes DNA terbagi dua, yaitu untuk mengetahui kemungkinan penyakit genetik, atau untuk keperluan forensik.
Dalam tes DNA forensik, serangkaian DNA diidentifikasi untuk kepentingan hukum pidana, perdata, atau penyelesaian sengketa. Berbeda dengan pengujian lain, tes DNA forensik tidak digunakan untuk memeriksa mutasi gen terkait penyakit. Pengujian ini dapat digunakan untuk mengetahui identitas orang tua dari seorang anak, serta mengidentifikasi bagian tubuh korban bencana, seperti kebakaran atau tsunami.
"Kasus-kasus yang membutuhkan tes DNA misalnya anak yang tertukar, mencari ayah biologis, memastikan ahli waris, hingga keperluan keimigrasian," ucap Yoni, ketika ditemui di Santosa Hospital Bandung Kopo, beberapa waktu lalu.
Ahli forensik yang menamatkan pendidikan doktoral di bidang biokimia ini juga menuturkan, untuk menjalankan tes DNA, seseorang harus dites berdasarkan kesukarelaan. Semua bagian tubuh yang mengandung sel bisa digunakan sebagai sampel tes DNA. Bahkan, gigi dan tulang.
"Namun yang paling baik adalah darah, karena banyak mengandung sel, Tapi kini pemeriksaan sudah cukup sensitif, sampel bisa didapatkan dari yang termudah didapatkan, yaitu memanfaatkan air liur atau dengan menyeka bagian dalam mulut. Itu lebih tidak menyakitkan, terutama untuk anak-anak," kata Yoni.
Prosedur tes DNA
Untuk mendapatkan tes DNA, pasien harus mendatangi rumah sakit ataupun laboratorium tes DNA, kemudian menyampaikan masalah yang dimiliki. Sehingga, prosedur tes DNA bisa disesuaikan dengan tujuan pelaksaan tes.
"Untuk masalah yang berbeda, akan melalui proses tes yang berbeda. Dan yang harus diingat, tes DNA juga harus ada pembandingnya, sehingga bisa disimpulkan," ucap Yoni.
Setelah sampel diperoleh, selanjutnya akan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan. Diperlukan waktu antara dua hingga tiga minggu untuk mendapatkan hasilnya. Sedangkan dari segi biaya, besarannya bervariasi, bergantung pada jenis dan tingkat kesulitan tes itu sendiri.
Ada protokol ketat yang mutlak harus dilakukan ketika melakukan tes DNA, sehingga kemungkinan eror dalam pelaksanaan tes bisa dihilangkan.
"Biasanya kalau pun ada error, kemungkinannya berasal dari tahap pengambilan sampel. Kontaminasi juga mungkin terjadi, apalagi ketika sampel diambil ketika berada di tengah-tengah olah kejadian pidana. Untuk itu, pengambilan sampel harus benar-benar steril dan berhati-hati, sehingga kemungkinan kesalahan bisa ditekan," tuturnya.
Adapun kesulitan yang tak sedikit dihadapi, adalah aspek sosiologis yang timbul dari persengketaan tersebut. Untuk menghindari prasangka, sampel harus diambil di depan kedua pihak yang bersengketa, dan meyakinkan bahwa dokter konsultan dalam posisi netral, tidak ada keberpihakan ke pihak mana pun.
Tes DNA untuk janin
Menurut Yoni, pertanyaan yang juga sering muncul terkait tes DNA adalah apakah bisa janin di dalam kandungan diuji tes DNA. Secara teknis, tes DNA bagi janin di dalam kandungan bisa dilakukan. Akan tetapi, dengan risiko yang besar.
Untuk janin di dalam kandungan, tes DNA dilakukan dengan mengambil cairan amnion atau air ketuban melalui prosedur amniosentesis atau dengan chorionic villus sampling yang mengambil sampel jaringan plasenta. Namun, kedua jenis tes pada janin tersebut memiliki risiko membuat ibu mengalami gangguan hingga keguguran.
"Persoalannya menurut saya adalah itu merupakan tindakan invasif pada kandungan. Diperlukan konsultasi mendalam sebelum tindakan ini dilakukan,” ucap Yoni.
Menurutnya, saat ini sudah berkembang pemeriksaan DNA janin dalam kandungan tanpa harus mengambil sampel melalui tindakan invasif pada kandungan, tapi cukup mengambil darah ibu. Tapi karena DNA janin dalam darah ibu jumlahnya sangat sedikit, maka darah yang diambil cukup banyak dan secara teknis masih cukup sulit.***