kievskiy.org

Iran Kritik Bisnis Senjata AS-Arab Saudi

TEL AVIV, (PR).- Sehari setelah kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Arab Saudi berakhir, pemerintah Iran melontarkan kecaman terhadap lawatan tersebut. Seperti dilaporkan AFP, Senin, 22 Mei 2017, Iran yang selama ini berseteru dengan Arab Saudi, mengkritik kesepakatan bisnis senilai 490 miliar dolar AS antara Amerika dan Saudi, termasuk 110 miliar dolar AS untuk penjualan senjata.

Jubir Kemenlu Iran,  Bahram Qassemi mengatakan bahwa terjadinya kesepakatan penjualan senjata antara AS dan Saudi merupakan bagian dari penyebaran "fobia terhadap Iran. Bahram menyayangkan terjadinya kesepakatan tersebut. Pasalnya, penjualan senjata yang dijual ke Saudi tersebut hanya akan meningkatkan kekerasan di Timur-Tengah. Apalagi Saudi saat ini tengah memerangi kelompok Houthi di Yaman, yang mendapat dukungan dari Iran. Konflik di Yaman telah memasuki tahun ketiga, dan lebih dari 10.000 orang tewas. 

Saudi merupakan pemimpin koalisi serangan udara ke Yaman yang dikecam Iran.

Menurut Qassemi, AS seharusnya tak menjual senjata ke Saudi karena kerja sama tersebut hanya akan "menambah energi para teroris di kawasan Timur Tengah". "Seharusnya AS berhenti menjual senjata kepada 'para teroris yang berbahaya'," ujar Qassemi yang tak menjelaskan lebih detail apa yang dimaksud dengan kelompok teroris yang berbahaya tersebut. 

Ditagih janji

Sementara itu, masih dalam rangkaian lawatan Trump di Timur Tengah, dalam kunjungannya ke Israel, Senin, 22 Mei 2017, seperti dilaporkan Deutsche Welle, Presiden AS Donald Trump ditagih janji solusi konflik Israel-Palestina serta rencana pemindahan kedutaan AS ke Yerusalem.

Saat kampanye dalam pemilu presiden tahun lalu, Donald Trump berjanji akan mendorong kembali proses perdamaian di Timur Tengah serta pemindahan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Kini dalam lawatan di Israel dua janji itu menghadangnya. Trump juga dibayangi pembocoran informasi inetelejen yang disebut berasal dari Israel, saat bertemu dengan menteri luar negeri Rusia diWashington belum lama ini.

Seperti diketahui, kendati dalam catatan sejarah AS belum ada presiden yang sukses menuntaskan perdamaian Israel dan Palestina, Donald Trump justru percaya diri akan mampu menjadi mediator yang bisa mengakhiri konflik Timur Tengah. Hal itu diungkapkannya saat bertemu pemimpin Palestina Mahmud Abbas di Gedung Putih,  awal bulan ini. 

Ddalam pembicaraan dengan Abbas, PresidenTrump mengatakan, ada 'peluang yang sangat besar' kesepakatan perdamaian Timur Tengah bisa dicapai.

Abbas mengatakan kepada Trump bahwa dia menginginkan perdamaian berdasarkan solusi dua-negara dengan perbatasan yang ada sebelum perang tahun 1967.  Pada saat itu, Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, Dataran Tinggi Golan dan Semenanjung Sinai. Palestina ingin semua daerah ini nantinya dikembalikan ke Israel.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat