kievskiy.org

Pengungsi Rohingya Dipulangkan Paksa, UNICEF Prihatin dan Khawatirkan Anak-Anak

ANAK pengungsi muslim Rohingya mengintip dari dalam masjid, saat pembagian bantuan Rumah Zakat yang tergabung dalam Indonesian Humanitarian Alliance (IHA), di Kamp Balukhali, Cox's Bazar,
 Bangladesh, Senin, 29 Januari 2018 lalu. Berdasarkan data Inter Sector Coordination (ISCG) per 20 Januari 2018, jumlah pengungsi Rohingya berjumlah 688.000 jiwa yang terhitung sejak gelombang pengungsian Agustus tahun lalu. Balukhali merupakan salah satu dari lima Distrik Cox's Bazar yang dihuni oleh banyak pengungsi.*
ANAK pengungsi muslim Rohingya mengintip dari dalam masjid, saat pembagian bantuan Rumah Zakat yang tergabung dalam Indonesian Humanitarian Alliance (IHA), di Kamp Balukhali, Cox's Bazar, Bangladesh, Senin, 29 Januari 2018 lalu. Berdasarkan data Inter Sector Coordination (ISCG) per 20 Januari 2018, jumlah pengungsi Rohingya berjumlah 688.000 jiwa yang terhitung sejak gelombang pengungsian Agustus tahun lalu. Balukhali merupakan salah satu dari lima Distrik Cox's Bazar yang dihuni oleh banyak pengungsi.*

UNICEF yang merupakan Dana Anak-Anak PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menyampaikan keprihatinan mereka terkait adanya laporan terkait pemulangan paksa muslim Rohingya dari Bangladesh ke Myanmar.

“Minggu ini kami telah melihat laporan yang tersebar luas bahwa pengungsi Rohingya di Bangladesh mungkin secara paksa dipulangkan ke Myanmar, UNICEF memandang bahwa dengan perhatian sepenuhnya, dengan perhatian khusus pada bagaimana langkah tersebut akan mempengaruhi keadaan anak-anak,” ujar Juru Bicara UNICEF, Christophe Boulierac, Jum’at 16 November 2018.

Christophe Boulierac mengatakan rekannya yang berada di kamp Unchiprang di Cox's Bazar -salahsatu kamp yang ditargetkan untuk repatriasi- menyaksikan protes besar yang dilakukan oleh pengungsi Rohingya untuk menentang rencana pemulangan tersebut.

“Pihak pengelola kamp memperkuat pesan bahwa ketika mereka siap untuk memulangkan pengungsi secara sukarela, tidak ada pengungsi Rohingya yang akan dipaksa untuk kembali ke Myanmar jika mereka tidak ingin melakukannya,” kata Boulierac seperti dilansir UNICEF.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa setiap repatriasi (pemulangan) haruslah bersifat sukarela dan tidak memaksakan. Terlebih lagi keselamatan bagi para pengungsi Rohingya belum terjamin, selain itu ada kekhawatiran jika para pengungsi Rohingya dipulangkan justru akan mendapatkan ancaman penyiksaan kembali.

“Setiap repatriasi harus bersifat sukarela, berkelanjutan, dilakukan dengan aman dan bermartabat. Kami akan mengambil pengecualian besar terhadap setiap langkah untuk memulangkan anak-anak yang tidak sesuai dengan kriteria ini. Anak-anak tidak boleh dipisahkan dari orang tua atau wali mereka. Anak-anak tidak boleh terpapar pada tingkat stres atau ketidaknyamanan apa pun selama repatriasi, tidak boleh ada anak yang sakit saat dipulangkan,” tuturnya.

Dia juga turut menyerukan kepada masyarakat Internasional untuk tetap memberikan dukungan serta perhatian terhadap kasus pengungsi Rohingya, terlebih lagi banyak anak-anak yang menjadi korban akibat kejadian hal tersebut.

“UNICEF menyerukan kepada masyarakat internasional untuk terus bekerja dengan pemerintah dan masyarakat sipil Bangladesh dan Myanmar dalam mendukung anak-anak dan keluarga Rohingya, menuju solusi jangka panjang untuk krisis ini, berdasarkan pada penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia semua orang Rohingya," ujarnya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Ontario International Development Agency (OIDA). Sejak Sejak 25 agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah tewas akibat serangan yang dilakukan oleh militer Myanmar.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat