kievskiy.org

Suara dari Konferensi Internasional OKI 2022 di Bandung Harus Lebih Nyata dan Lebih Didengar Dunia

Personel Brimob berjalan melewati Gedung Merdeka seusai apel pengamanan Konferensi Internasional Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (atau sejenisnya) negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Senin 24 Oktober 2022.
Personel Brimob berjalan melewati Gedung Merdeka seusai apel pengamanan Konferensi Internasional Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (atau sejenisnya) negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Senin 24 Oktober 2022. /Pikiran Rakyat/Rafi Fadhilah Rizqullah

PIKIRAN RAKYAT - Pertemuan Konferensi Internasional Organisasi Kerja Sama Islam atau OKI kali ini diharapkan membawa penyelesaian untuk sekian persoalan yang masih melanda negara-negara anggotanya. Selain itu, OKI bisa membuat resolusi meminta kepala negara/kepala pemerintahan G-20 yang hadir di Bali untuk membahas masalah Ukraina dalam agenda terpisah.

Dekan FISIP Unpad Widya Setiabudi Sumadinata mengatakan, hingga saat ini, OKI masih merupakan organisasi bertaraf internasional yang perannya dibutuhkan bagi isu yang melibatkan negara-negara anggota.

Salah satu isu yang masih mengganjal adalah konflik Israel dan Palestina yang sejak OKI didirikan sampai sekarang masih belum jelas penyelesaiannya.

Menurut Widya, penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina tak pernah signifikan. Palestina masih selalu jadi pihak yang dirugikan.

“Tidak pernah ada situasi Palestina dapat kondisi menguntungkan. Contohnya perluasan permukiman Yahudi di Palestina terus meluas, penyerangan dan pelarangan kaum Muslim beribadah. Sepertinya OKI tidak cukup didengar, terutama oleh pihak-pihak yang sebetulnya punya pengaruh signifikan atas konflik ini, misalnya Amerika Serikat. Seharusnya suara OKI bisa didengar untuk menghentikannya," ujar Widya.

Selain itu, ia juga melihat bahwa ke depannya OKI bisa meluaskan agenda dan perhatiannya terhadap isu lain. Karena, persoalan yang dihadapi negara anggota OKI juga beragam, seperti kesejahteraan ekonomi, perubahan iklim, atau pemberdayaan perempuan.

“Contohnya di Iran yang saat ini sedang hangat karena gejolak protes terkait intervensi terhadap hak bagi perempuan. Alangkah lebih baik jika OKI bisa menengahi atas isu tersebut agar peran OKI semakin diperhitungkan di kancah internasional,” katanya.

Ia pun mengkritik eksistensi OKI yang dinilai belum optimal. Para anggota OKI harus memiliki visi dan sikap yang sama untuk mendorong penyelesaian isu-isu penting yang terjadi di internal negara anggota.

Terkait isu perempuan, Widya mengapresiasi kebijakan pemerintah Arab Saudi yang semakin membuka ruang di ranah publik bagi perempuan. Taraf perekonomian negara anggota OKI juga patut mendapat perhatian.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat