kievskiy.org

Musim Kemarau, Warga Randegan Mencari Remis

DUA ibu rumah tangga sedang mencari remis di Sungai Cipelang. Musim kemarau membawa berkah bari pencari remis, sehari seorang pencari remis bisa memperoleh hingga 10 kg dengan harga jual setiap kilongramnya mencapai Rp 16.000.*
DUA ibu rumah tangga sedang mencari remis di Sungai Cipelang. Musim kemarau membawa berkah bari pencari remis, sehari seorang pencari remis bisa memperoleh hingga 10 kg dengan harga jual setiap kilongramnya mencapai Rp 16.000.*

MAJALENGKA,(PRLM).- Musim kemarau membawa berkah bagi sejumlah warga di wilayah Desa Randegan, dan Jatitujuh, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. Mereka setiap hari bisa memungut remis dari dasar sungai di aliran sungai Cipelang dan Sindupraja. Memungut remis menjadi mata pencaharian baru bagi sejumlah warga yang tidak memiliki pencaharian lain setelah panen usai, sementara palawija tidak dilakukan karena tidak adanya pasokan air. Memungut remis hasilnya bisa melebihi hasil buruh tani. Menurut keterangan dua ibu rumah tangga Suriah (35) dan Item (36) ditemui sedang memungut remis, setiap hari dialiran sungai ada sekitar 10 hingga 12 orang yang memungut remis. Setiap orang bisa memperoleh 8 hingga 10 kg, mulai pukul 07.00 hingga pukul 11.00 WIB. Remis hasil pungutan di sungai kemudian dikupas dan dijual kepada bandar di pasar, atau ada pula yang menjual langsung ke pasar seharga Rp 16.000 per kg. “Kalau pagi-pagi ada sekitar 8 orang hingga 10 orang yang mencari remis di sungai di wilayah sini, siangnya mereka olah setelah itu pagi dibawa ke pasar. Sekarang sulit mencari kerja jadi banyak yang kerja ke sungai mencari ikan dan remis,” kata Suriah. Mereka yang mencari remis datang dari berbagai desa tetangga seperti Panongan, Randegan dan sejumlahd esa lainnya di wilayah Kecamatan Jatitujuh. Hasil pungutan pencari remis ditampung di bandar. Sehingga tidak sulit menjual hasil pungutan. Dari beberapa orang warga yang memungut remis tersebut, ada pula ibu-ibu rumah tangga yang hanya mencari remis untuk kebutuhan sendiri guna lauk pauk di rumahnya seperti yang dilakukan Nisem dan Unirah. “Urang mah teu boga deungeun kejo, lain jang jualeun (Saya ini memungut untuk teman nasi keluarga, bukan untuk dijual),” ungkap Nisem yang rumahnya tidak jauh dari aliran sungai Cipelang. Ibu-ibu rumah tangga tersebut nampak tidak takut harus menenggelamkan diri di sungai yang kedalamannya mencapai sedada. Mereka ke tengah sungai sambil membawa seser (sunda:sair) sesekali mengenggelamkan diri beberapa detik kemudian muncul kembali sambil membawa pasir bercampur remis. “Kalau musim kemarau remis semakin banyak, karena arus air kecil sehingga remis banyak mengendap.” ungkap Suriah. Para pemungut remis tersebut nampak sangat teliti, mereka berusaha memilah hasil pungutannya. Tidak semua remis diambil, namun hanya remis-remis berukuran besar yang mereka ambil. Sedangkan ukuran kecil mereka lepas kembali ke sungai dengan. “Yang masih kecil biarkan besar dulu, masih banyak remis yang ukurannya besar yang bisa diambil,” jelas Suriah.(Tati Purnawati/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat