kievskiy.org

Kekerasan Seksual di Jabar Meningkat

CIREBON, (PR).- Kecenderungan kekerasan seksual terhadap anak di Jawa Barat terus meningkat. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat setiap hari setidaknya menerima 7 hingga 8 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Menurut Ketua P2TP2A Jawa Barat, Netty Prasetiyani Heryawan, dari laporan yang masuk, pemerkosaan dan pencabulan mendominasi kasus kekerasan seksual terhadap anak di Jabar. "Sebagian besar pelaku kekerasan seksual merupakan orang yang dikenal korban," ungkap Netty seusai sosialisasi pendampingan program KB Kesehatan Kodam III/Siliwangi di Makorem 063/SGJ, Kamis 26 Mei 2016. Menurut dia, dari data yang ada, 30 persen pelaku kekerasan seksual merupakan keluarga, paling sering saudara laki-laki, ayah, paman, sepupu. "Sementara 60% pelaku merupakan kenalan lain seperti teman dari keluarga, pengasuh atau tetangga. Sisanya yang 10% pelaku orang asing," paparnya. Kondisi itu, kata dia, seharusnya menjadi fokus perhatian semua pihak terutama keluarga karena fakta menyebut bahwa para pelaku sebagian besar dari kalangan keluarga atau yang dikenal korban. Netty menambahkan, tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak, sebagian besar akibat semakin tidak terbendungnya informasi yang vulgar yang diterima masyarakat. Mudahnya mengakses konten pornografi akibat kemajuan teknologi informasi, membuat warga banyak meniru serta melakukan aksi pencabulan dan perkosaan. "Harus dilakukan pembatasan terutama informasi yang vulgar dan memancing hasrat seksual terutama bagi remaja. Orang tua harus berperan untuk memberikan pengertian yang benar terhadap pergaulan dan informasi yang vulgar kepada anak," tandasnya. Dia menegaskan, untuk mengatasi kekerasan seksual, harus melibatkan semua pihak. Setiap individu dituntut membangun kesadaran, baik itu orang tua maupun di lingkungan keluarganya. Sehingga, bukan hanya penanganan di hilir dalam upaya penegakan hukum terhadap pelaku, tetapi juga sejak dari hulu. "Dalam banyak kasus kekerasan seksual, pemicunya jelas yakni narkoba, pornografi dan minuman keras. Pemicunya juga harus ditangani," katanya. Di bagian lain, disinggung mengenai hukum kebiri bagi pelaku kekerasan seksual, dia menyebut hal itu ranah DPR dan presiden. Ia hanya berharap, sistem peradilan harus lebih baik dalam memperlakukan korban. Selama ini, lanjutnya, dalam tata cara pemidanaan di Indonesia, aspek psikologis korban kekerasan seksual kerap diabaikan.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat