kievskiy.org

STN: Lahan Telukjambe Berstatus Quo

SEBAGIAN petani dari Desa Wanajaya, Kecataman Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, tengah bercengkrama di Kantor YLBI Jakarta, Minggu 6 November 2016. Karena ketakutan mendapat teror akibat sengketa lahan, ratusan petani ini tak berani pulang ke kampungnya.*
SEBAGIAN petani dari Desa Wanajaya, Kecataman Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, tengah bercengkrama di Kantor YLBI Jakarta, Minggu 6 November 2016. Karena ketakutan mendapat teror akibat sengketa lahan, ratusan petani ini tak berani pulang ke kampungnya.*

JAKARTA, (PR).- Sengketa lahan yang terjadi antara PT Pertiwi Lestari dengan petani di Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, justru muncul ketika konflik ini mulai menemui titik terang. Melalui Surat Menteri Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia Nomor 1957/020/IV/2016 tanggal 29 April 2016, masyarakat bersikukuh kalau lahan garapan yang menjadi objek sengketa masih dalam status quo, sehingga tak dibenarkan ada aktivitas perusahaan di lahan tersebut.

Ketua Serikat Tani Nasional, Ahmad Rifai yang mengadvokasi para petani Karawang ini menuturkan dengan adanya surat tersebut, maka lahan itu menjadi milik negara. Dengan begitu, tidak ada pihak manapun yang bisa melakukan aktivitas di lahan tersebut, khususnya di HGB 05 dengan luas 328,2 hektare, HGB 11 dengan luas 293 hektare, dan HGB 30 seluas 169,8 hektare.

"Dalam surat itu juga sudah dinyatakan kalau HGB 11, HGB 40 yang sudah berubah jadi HGB 30 pada areal Perhutani tidak ada kegiatan apapun sampai dengan adanya penyelesaian terhadap status tanah yang dimanfaatkan masyarakat," kata Ahmad kepada "PR" di Jakarta, Senin 7 November 2016.

Meskipun demikian, diakui Ahmad ada pengabaian dari pemerintah daerah dan perusahaan terhadap surat menteri ATR tersebut. Hal tersebut dia nilai sebagai pembangkangan terhadap lembaga negara yang sudah ada niat baik  memberikan rasa adil ke petani.

"Pelanggaran surat ini juga semakin kuat dengan terbitnya IMB PT Pertiwi Lestari bernomor 503/7040/719/IMB/VII/BPMPT/2016 tanggal 19 Juli 2016 yang kami duga ada kolusi di balik penerbitannya," ucapnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat