kievskiy.org

Keju Mozarella 'KW' Tak Kalah Enak dengan Aslinya

WIJIATI (33) menunjukkan keju mozarella olahan susu sapi di kedai miliknya, di kawasan Sindanglaya, Cipanas, Kabupaten Cianjur, Rabu 4 Januari 2017. Keju mozarella kreasinya banyak dibeli oleh masyarakat lokal, dan cukup populer sebagai buah tangan para pengunjung asal Jakarta, Bogor, atau Bandung yang mengakses jalur Cipanas.
WIJIATI (33) menunjukkan keju mozarella olahan susu sapi di kedai miliknya, di kawasan Sindanglaya, Cipanas, Kabupaten Cianjur, Rabu 4 Januari 2017. Keju mozarella kreasinya banyak dibeli oleh masyarakat lokal, dan cukup populer sebagai buah tangan para pengunjung asal Jakarta, Bogor, atau Bandung yang mengakses jalur Cipanas.

CIANJUR, (PR).- Lezatnya keju mozarella coba disuguhkan dengan komposisi berbeda di Cianjur. Susu sapi segar menjadi bahan utama pengganti susu kerbau dalam pembuatan keju yang biasa disajikan di atas sepotong pizza itu. Adalah Usia Wijiati (33) yang memberanikan diri membuat salah satu olahan susu sapi sejak tiga tahun lalu. Berawal dari keinginan untuk menghadirkan keju yang dikenal mewah tersebut pada sajian yang lebih merakyat, sebut saja nasi goreng, bakpao, dan risoles. ”Biasanya mozzarella cuma akrab dipakai untuk pizza. Nah, dengan inovasi olahan susu sapi ini, keju mozarella bisa mudah didapat dan lebih merakyat,” kata Wijiati, Rabu 4 Januari 2017. Bermodalkan sapi perah dari peternakan keluarga yang berada di pemukimannya di kawasan Sindanglaya, Cipanas, Wijiati memanfaatkan produksi susu menjadi beragam olahan. Sejak tahun lalu, ia memang akrab dengan banyak olahan susu segar menjadi yoghurt dan susu pasteurisasi. Namun, keinginan untuk berinovasi melalui bahan yang berlimpah pun mendorong ibu beranak satu itu mulai bereksperimen. Kursus yang diikutinya di kawasan Sentul, Bogor menjadi titik awal keberaniannya menciptakan keju mozarella yang mudah dijumpai dengan harga terjangkau. Butuh waktu dua bulan untuk menemukan formulasi yang tepat, pasalnya Wijiati mengganti susu kerbau yang lazim digunakan sebagai bahan dasar keju mozarella. Dari segi rasa, tekstur, dan tingkat leleh keju ketika dipanaskan, mozarella berbahan dasar susu kerbau memang diakui lebih bagus. ”Tapi, asalkan susu sapi yang digunakan masih segar, mozarella yang dihasilkan juga tidak kalah bagus. Bahkan, bisa dibilang hasilnya 11 – 12 dengan susu kerbau,” katanya. Ketika dicoba, lelehan keju yang dihasilkan pun serupa dengan mozarella berbahan dasar susu kerbau. Keju yang lumer dan kenyal saat ditarik berhasil tersaji pada setiap sajian yang dibuat. Namun, bukan tanpa kendala, pembuatan keju mozarella sangat bergantung pada protein susu sapi yang didapat dari pakan ternak. Ia tidak menampik, terkadang ia kesulitan mendapatkan pakan ternak dengan kualitas dan jumlah yang cukup. Hal itu pun berdampak pada jumlah susu dan hasil keju yang diperoleh. ”Semakin sedikit protein dari susu sapi, semakin sedikit juga susu yang bisa digunakan. Makanya, pakan ternak jadi kunci produksi susu,” kata wanita bertubuh mungil itu. Maka dari itu, Wijiati enggan menggunakan susu sapi produksi orang lain karena kualitas yang tidak terkontrol langsung. Hingga saat ini pun pembuatan keju mozarella satu-satunya di Cianjur itu mengandalkan produksi sendiri, dan biasa dilakukan setiap Minggu pagi. Dengan 40 liter susu sapi segar, tambahan 0,25 mililiter rennet nabati asal Australia, dapat dihasilkan 4 kilogram keju mozarella. Wijiati menjual 250 gram keju mozarella dengan harga Rp 35.000 dengan daya tahan 2 – 6 bulan jika disimpan di kulkas/freezer. Pemasaran keju asli Cianjur itu pun sudah mencapai Kota Bandung, kampus IPB, sekolah-sekolah, hingga restoran dan hotel besar di kawasan Cipanas. Bahkan, Wijiati berhasil memenangkan karya inovasi olahan susu tingkat provinsi pada pertengahan 2016 lalu. Ia juga terus memasarkan kreasinya itu di kedai yang baru dibangunnya setahun lalu di dekat peternakan warisan kakeknya itu. Di kedai berukuran 3x5 meter persegi itu, Wijiati menjual susu pasteurisasi, yoghurt, keju mozarella, dan sejumlah sajian yang dapat disantap langsung di tempat dengan harga terjangkau, yakni pada kisaran Rp 3.000-Rp 10.000 per menu. ”Supaya terus berkembang, saya bekerjasama dengan UKM. Kami bersama-sama melakukan promosi penjualan melalui medsos juga,” katanya. Seiring berjalannya waktu, pada 2016 pun semakin banyak masyarakat yang melirik kedai sederhananya untuk membeli beragam produk olahan keluarganya. Walaupun terus berkembang dan telah diakui secara regional, belum ada perhatian dari pemerintah terkait olahan susu milik Wijiati. Akan tetapi, Wijiati tidak ambil pusing dan tetap memperkenalkan olahan susu sapinya itu untuk lebih ‘merakyatkan’ keju mozarella ke berbagai lapisan masyarakat.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat