kievskiy.org

Cakupan Kesehatan Semesta Kabupaten Bekasi Tembus 94,8 Persen

DEPUTI Direksi Wilayah Jabodetabek BPJS Kesehatan, Ni Mas Ratna Sudewi  (kiri) mendampingi Pelaksana Tugas Bupati Eka Supri Atmaja menggunting pita di sela-sela pemberiaan piagam penghargaan capaian UHC 2018 di Plasa Pemkab Bekasi, Kamis 29 November 2018.*
DEPUTI Direksi Wilayah Jabodetabek BPJS Kesehatan, Ni Mas Ratna Sudewi (kiri) mendampingi Pelaksana Tugas Bupati Eka Supri Atmaja menggunting pita di sela-sela pemberiaan piagam penghargaan capaian UHC 2018 di Plasa Pemkab Bekasi, Kamis 29 November 2018.*

CIKARANG, (PR).- Cakupan jaminan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC) di Kabupaten Bekasi telah berhasil menembus angka 94,8 persen. Dengan capaian tersebut, selangkah lagi Kabupaten Bekasi dapat mencapai target minimal pemenuhan kebutuhan dasar warganya.

“Di Kabupaten Bekasi ini terbilang bagus, terutama dari komitmen pemerintah daerahnya akan kesehatan warganya. Sekarang sudah 94,8 persen yang berarti tinggal sedikit lagi, yakni minimal 95 persen di bulan Januari 2019,” kata Deputi Direksi Wilayah Jabodetabek BPJS Kesehatan, Ni Mas Ratna Sudewi, Kamis 29 November 2018.

Hal tersebut diungkapkan Ratna usai memberikan penghargaan kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi atas capaian UHC tahun ini. Seperti diketahui, UHC merupakan program internasional untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yakni jaminan kesehatan. Di Indonesia, UHC ditargetkan mampu mencakup minimal 95 persen dari seluruh warga pada Januari 2019.

Di Kabupaten Bekasi, kata Ratna, 2,4 juta warga telah terlindungi jaminan kesehatan melalui BPJS Kesehatan, atau 94,8 persen dari total penduduk yang memiliki KTP yakni 2,58 juta jiwa. Jumlah tersebut terdiri atas peserta BPJS Kesehatan kelas 1, 2 dan 3 yang rata-rata iurannya dibayar oleh pemerintah, baik daerah maupun pusat.

“Yang dibayarkan pemerintah itu mereka yang tidak mampu sehingga masuk pada penerima bantuan iuran atau PBI. Tahun ini ada 476.000 peserta yang iurannya dibayar melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, serta 400.000 peserta dibayar melalui APBN,” ucapnya.

Program UHC terbilang sangat penting sehingga memerlukan komitmen dari pemerintah daerah. Untuk itu, lanjut dia, pemerintah daerah terus mendorong peningkatan capaian UHC ini hingga menyentuh seluruh warga.

“Karena ini begitu urgensi. Kalau nanti saudara kita sakit untuk risiko yang tidak bisa bayar sendiri, katrostopik atau penyakit yang memerlukan biaya tinggi, seperti cuci darah atau sakit jantung dan sebagainya, tentu akan kesulitan. Jangan sampai masyarakat nanti jadi keluarga yang menjadi miskin karena sakitnya atau yang miskin jadi makin semakin miskin karena sakit yang dideritanya,” ucap dia.

Ketidakpatuhan membayar tinggi

Sementara itu, meski capaian UHC tinggi namun tingkat ketidakpatuhan peserta membayar iuran terbilang tinggi, terutama peserta bukan penerima upah atau mandiri. Ratna mengatakan, dari 397.076 peserta mandiri, 40 persen di antaranya menjadi peserta tidak aktif karena tidak membayar iuran.

“Kondisinya setiap daerah seperti itu, 40-50 persen peserta tidak membayar iurannya. Banyak penyebabnya, di antaranya karena kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi di Indonesia memang masih kurang. Kalau sakit baru bayar, sementara kalau nunggak kemudian pas sakit mereka tentu berat. Plus akan kena denda kalau rawat inap. Makanya ini harus menjadi kesadaran,” ucap dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat