kievskiy.org

Fasilitas Publik Kota Tasikmalaya Tak Ramah Difabel

WARGA memilih berjalan kaki di jalan aspal ketimbang trotoar di Jalan KH Zainal Mustofa, Kota Tasikmalaya, Jumat, 30 Agustus 2019. Fasilitas publik Kota Tasikmalaya hingga kini tak ramah bagi penyandang disabilitas.*/BAMBANG ARIFIANTO/PR
WARGA memilih berjalan kaki di jalan aspal ketimbang trotoar di Jalan KH Zainal Mustofa, Kota Tasikmalaya, Jumat, 30 Agustus 2019. Fasilitas publik Kota Tasikmalaya hingga kini tak ramah bagi penyandang disabilitas.*/BAMBANG ARIFIANTO/PR

TASIKMALAYA, (PR).- Kondisi fasilitas umum di Kota Tasikmalaya hingga kini tak ramah bagi penyandang disabilitas. Para penyandang disabilitas pun kesulitan untuk beraktivitas atau bersosialisasi karena persoalan tersebut.

Pantauan "PR" buruknya fasilitas publik nyaris terlihat di seluruh ruas jalan Kota Tasikmalaya. Hal paling kentara tampak pada trotoar atau pedestrian.

Beberapa jalan memang telah memiliki jalur pemandu penyandang tunanetra. Namun, pembuatan jalur dengan warna kuning itu begitu serampangan. Contohnya di Jalan KH Zainal Mustofa. Sebagian trotoar di jalan tersebut memang telah memiliki jalur pemandu bagi penyandang tunanetra. Tetapi, jalur itu justru menjadi tempat parkir kendaraan bahkan terhalang tong sampah, tiang reklame, lapak pedagang.

Di beberapa titik, bentuk trotoarnya juga tak seragam. Ada yang landai, tinggi, ada pula miring. Keadaan fasilitas publik itu bukan saja menyusahkan penyandang tunanetra saja. Para penyandang tunadaksa yang menggunakan kursi roda pun bernasib serupa.

Sedangkan di Jalan Nagarawangi hingga Veteran, parkir kendaraan dan lapak pedagang turut menguasai trotoar. Sementara di ruas jalan lain kondisinya lebih mengenaskan. Di Jalan RE Martadinata malah tak terlihat jalur khusus untuk penyandang disabilitas. Trotoar di jalan itu terhadang sejumlah tiang-tiang penyangga kabel yang terpancang di badan pedestrian. Jangankan untuk penyandang disabilitas, para pejalan kali di sana dipastikan kesulitan melintas karena banyaknya hambatan. 

Hal tersebut menuai keluhan Rosita (34), penyandang tunanetra yang tinggal di ‎Jalan Nusawangi Kulon, Kelurahan Nagarawangi, Kecamata Cihideung. Perempuan yang berprofesi sebagai pemijat tunanetra mengaku lebih sering menggunakan jasa ojek dalam jaringan (Daring) bila mendapat order memijat.

Cara tersebut lebih praktis dan aman ketimbang dirinya mendatangi pemesan jasa pijat dengan berjalan kaki.‎ "Tidak jalan kaki biasa ke jalan raya, karena takut," ucapnya saat ditemui di kediamannya, Jumat, 30 Agustus 2019. 

Ia takut terperosok jika harus berjalan di trotoar. "Bilih aya logak (takut ada lubag trotoar)," tuturnya.

Tak hanya lubang, ancaman lain mengintainya bila menggunakan fasilitas umum itu. Tiang reklame, listrik serta deretan lapak pedangan dan tukar parkir dipastikan membuatnya sulit melintasi trotoar. Belum lagi persimpangan jalan atau atau lampu merah yang belum dilengkapi fasilitas penyeberangan penyandang disabilitas.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat