kievskiy.org

Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana Depok dan Masalah Krusial Pengemudi di Indonesia

Petugas kepolisian mengevakuasi korban kecelakaan bus pariwisata di Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu, 11 Mei 2024.
Petugas kepolisian mengevakuasi korban kecelakaan bus pariwisata di Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu, 11 Mei 2024. /Antara/Raisan Al Farisi

PIKIRAN RAKYAT - Kecelakaan maut bus pengangkut rombongan SMK Lingga Kencana Depok di kawasan Ciater, Subang, Jawa Barat, Sabtu, 11 Mei 2024, menambah daftar kecelakaan transportasi yang mengakibatkan korban jiwa. Perlahan, kepingan fakta kecelakaan itu mulai terbuka.

Investigator Senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan bilang, pihaknya menurunkan tim investigasi guna menyelidiki kecelakaan maut yang mengakibatkan 11 orang meninggal dunia itu.

Pada mudik Idulfitri lalu, beberapa kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa terjadi di pelbagai daerah. Apa sebetulnya masalah yang terjadi? Bagaimana mengantisipasi agar kecelakaan serupa tidak kembali terulang?

Masalah krusial pengemudi di Indonesia

Bus rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok yang kecelakaan di Subang pada Sabtu, 11 Mei 2024.
Bus rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok yang kecelakaan di Subang pada Sabtu, 11 Mei 2024.

Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Djoko Setijowarno menilai, ada pelbagai masalah krusial pada pengemudi di Indonesia. Pertama, jumlah pengemudi bus dan truk di Indonesia turun, dan rasio dengan jumlah kendaraan yang beroperasi sudah masuk dalam zona berbahaya. Hal tersebut menurut Djoko jelas begitu berisiko tinggi terhadap keselamatan.

Selanjutnya, kecakapan pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan di jalanan di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi yang ada pada bus dan truk, serta kemampuan melakukan pendeteksian dini atas kondisi kendaraan yang mengalami bad condition sangat rendah.

"Hal ini teridentifikasi dari faktir-faktor penyebab kecelakaan bus dan truk yang terkait dengan kecakapan pengemudi ternyata tidak ter-captured pada mekanisme pengambilan SIM B1/B2 kita serta mekanisme pelatihan Defensive Driving Training (DDT) yang selama ini dijadikan persyaratan wajib Kemenhub untuk memberi ijin," katanya, seperti dilaporkan Antara, Ahad.

Masalah krusial yang ketiga menurut Djoko adalah waktu kerja, waktu istirahat, waktu libur dan tempat istirahat pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat buruk. Hal tersebut diduga lantaran belum ada regulasi yang memadai sehingga performa pengemudi bus dan truk rentan terpapar kelelahan dan bisa berujung pada microsleep.

Oleh sebab itu, menurutnya, masalah-masalah itu perlu dimitigasi secara terstruktur dan sistematis guna mencegah kecelakaan bus dan truk di Indonesia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat