PIKIRAN RAKYAT - Secara hukum dan ekonomi, Persib Bandung sudah jadi milik segelintir pengusaha. Namun di alam ide, secara filosofis, dan historis, Persib Bandung adalah milik siapa saja makhluk bernafas di semesta ini yang mengaku bobotoh.
Maka, meski pemain dan pelatihnya menerima upah dari manajemen klub, tanggung jawabnya tidak dibatasi paragraf-paragraf di atas lembaran kontrak. Mereka juga bertanggung jawab membalas dukungan dan pengorbanan bobotoh.
Tanpa entitas bernama bobotoh, segala keuntungan finansial yang didapat Persib Bandung bisa sirna seketika. Sepak bola bukan bisnis semata yang dioperasikan dengan pola kapitalistik.
Saat seseorang memutuskan menjadi pemain atau pelatih Persib Bandung, dia harus siap menerima segala atributnya termasuk tekanan.
Seorang teman yang juga bobotoh, Eko Maung, pernah berkata bahwa saat pemain atau pelatih mendapat gaji, popularitas, dan fasilitas sekelas Persib Bandung dan berharap mendapat tekanan layaknya mengabdi untuk klub lain, sejatinya bukan seperti itu aturan mainnya.
Saat seseorang menjadi pemain atau pelatih Persib Bandung, dia harus “memborong” semuanya termasuk sakit hatinya ketika mengalami hal-hal tak menyenangkan. Berat memang tapi semua itu ada di level yang sepadan.
Jika mereka tak sanggup, dan ketidaksanggupan itu sanggatlah manusiawi, tak ada yang melarang hengkang. Menanggalkan segala ikatan dengan Persib Bandung demi melepas tekanan, selama dilakukan dengan memenuhi aspek-aspek legalnya, boleh saja. Sungguh tidak ada yang salah dengan hal itu sejauh dilakukan secara profesional.