kievskiy.org

Persib, Atep, Vanessa Angel, dan Kongres PSSI

Atep/DOK. PR
Atep/DOK. PR

JANUARI selalu istimewa. Bagi banyak orang, bulan pertama ini menjadi penanda awal harapan sekaligus kepastian tentang apa yang akan dilewati selama 11 bulan mendatang. Dari sekian banyak peristiwa penting, saya menangkap paradoksial tentang harapan dan kepastian.

Kejutan yang terprediksi

Ada beberapa follower saya di media sosial yang mengapresiasi tulisan saya di kolom Pikiran Rakyat sekitar dua bulan lalu (18 November 2018). Tulisan berjudul A Man Called Atep itu dianggap futuristik dan relevan dengan kondisi sepekan terakhir ketika pencoretan Atep dari skuat Persib musim depan menimbulkan gejolak emosional di kalangan bobotoh.

Persib dianggap tak menghargai pengabdian seorang pemain yang telah 10 tahun loyal berbaju Persib, Juga, pemutusan kontrak melalui telefon yang dianggap tidak etis.

Rasa emosional yang berbalut argumen tak terukur mendadak menjadi tren seakan mengingkari harapan banyak bobotoh yang menganggap Atep tak lagi pantas berbaju Persib. Padahal, bisa jadi mereka yang sekarang berharap Atep tetap dipertahankan adalah orang yang sama dengan orang yang pernah begitu bersemangat menyuarakan agar Atep tak dipertahankan beberapa waktu lalu.

Viralnya video wawancara Atep yang begitu sentimental dan menguras hati melanjutkan drama pada Januari. Beredar kabar bahwa Persib justru akan menggelar laga perpisahan untuk Atep, suatu apresiasi luar biasa yang belum pernah dilakukan bahkan untuk legenda-legenda besar semacam Robi Darwis maupun Ajat Sudrajat.

Lagi-lagi inilah paradoks. Padahal, beberapa hari sebelumnya Persib dianggap tak menghargai Atep. Fenomena seperti inilah yang sebetulnya saya prediksi dua bulan lalu bahwa ada karakter khas yang mewarnai kebanyakan kita yaitu baper alias mudah terbawa perasaan.

Baper biasanya memang akan menggeser persepsi rasional. Sehingga, mau tidak mau memang perlu ada langkah elok dari Persib untuk tetap nyaman walau hal itu adalah pilihan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat