PIKIRAN RAKYAT - Setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru-baru ini, presiden terpilih, Prabowo Subianto, melakukan sejumlah aktivitas pertemuan. Di antaranya menghadiri acara ulang tahun ke-87 istri Wismoyo Arismunandar, Siti Hardjanti, di Gedung Pewayangan TMII, Jakarta, tempat yang menjadi simbol kejayaan Orde Baru.
Jika kemudian acara silaturahmi ini disemati sebagai pertemuan Orde Baru, penulis merasa hal ini sah dan wajar. Terlebih, tidak semua yang terjadi pada masa lalu adalah tabu dan kegagalan yang harus dihindari dan dienyahkan.
![Presiden kedua Indonesia Soeharto.](https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/0x0:0x0/x/photo/2021/09/11/3646554647.jpg)
Jika memang Reformasi adalah era terbaik, mengapa masih mudah kita temukan tulisan, “Piye kabare? Isih penak jamanku, to?”
Tulisan yang disertai foto Pak Harto sedang tersenyum itu semula lahir dari ungkapan akar rumput yang menghiasi papan bak truk. Lama-lama, jargon ini menguar ke atas menjadi pembahasan, termasuk di kalangan menengah dan menengah atas.
Dengan demikian, seiring dengan momentum dua putusan MK dan KPU tersebut, penulis menilai, tetap ada beberapa hal dari era Orde Baru, yang, selain spiritnya bisa diteruskan oleh Prabowo-Gibran, juga bisa menjadi motivasi kita bersama untuk meraihnya.
Jangan pernah malu apalagi gengsi melanjutkan hal-hal baik dan bermanfaat untuk semua. Jangan juga kebencian pada suatu kaum, apalagi yang terbukti ada jasanya, membuat kita bersikap tak adil dan tak objektif. Penulis mencatat beberapa poin legacy (warisan) Orde Baru yang bisa dirajut bersama.
Warisan Orde Baru yang penting untuk dilanjutkan
![Sejarah singkat peristiwa G30S PKI.](https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/0x0:1200x777/x/photo/2022/09/30/2176662470.jpg)
Salah satu kelebihan Orde Baru dibandingkan Orde Lama dan apalagi Orde Reformasi adalah stabilitas politik. Pak Harto berhasil menumpas pemberontakan-pemberontakan yang mengancam kesatuan dan keutuhan bangsa, seperti pemberontakan G30S/PKI, pemberontakan DI/TII, pemberontakan PRRI/Permesta, dan pemberontakan RMS. Bandingkan dengan Era Reformasi yang tak kunjung tuntas membereskan gejala separatisme di Papua.
Soeharto juga berhasil mengendalikan partai-partai politik dan organisasi-organisasi massa (ormas) yang berpotensi menimbulkan konflik ideologi seperti PKI, NU, Muhammadiyah, PNI, dan lain-lain.