kievskiy.org

Nikah Dini Tingkatkan Angka Kematian Ibu dan Anak

YOGYAKARTA, (PRLM).- Prevelansi angka pernikahan dini makin tinggi, secara persentase mencapai 54 persen per tahun. Praktik demikian berpengaruh langsung terhadap tingkat kesehatan ibu dan anak. Semakin tinggi praktik nikah dini berkolerasi langsung dengan meningkatnya tingkat kematian ibu dan anak. Mantan Wakil Menteri Kesehatan Prof dr Ali Ghufron Mukti MSc, PhD menyatakan angka statistik kematian ibu dan anak dalam lima tahun terakhir kenaikannya signifikan. Apabila enam tahun sebelumnya angka kematian ibu dan anak 228 per 100 ribu kelahiran hidup, angka tersebut terkoresi sangat tajam, misalnya pada statistik kesehatan 2013, tertera 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Masalah pernikahan dini, menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut, patut menjadi perhatian serius. Tidak hanya masalah faktor usianya, dampak pernikahan di bawah 19 tahun di antaranya faktor kemandirian ibu selama proses hamil dan melahirkan. Menjawab pertanyaan wartawan usai membuka konferensi Neuropsychologi di Grha Sbaha Pramana UGM, dia menyatakan, anak perempuan nikah terlalu muda mengalami ketergantungan tinggi terhadap orangtuanya. Saat mau melahirkan tidak memiliki keberanian untuk menentukan di mana akan melahirkan, yang akhirnya menjadi akar keterlambatan mengambil keputusan. “Dalam kasus keluarga muda yang perempuannya menikah di bawah usia 19 tahun, mereka terlambat memutuskan di mana akan melahirkan, dan banyak yang terjadi orangtua yang menentukan di mana sang ibu harus melahirkan. Ini menjadi penyebab terlambat memutuskan tempat kelahiran,” ujar dia, Kamis (30/10/2014). Faktor lain yang menembah tingkat kematian tinggi pada ibu dan anak, berupa infrastruktur jalan, jarak jauh dan fasilitas minim di rumah pelayanan kesehatan. Kasus kematian ibu melahirkan di daerah banyak disebabkan oleh jarak rumah dan lokasi pelayanan kesehatan jauh. Ketika tiba di lokasi pelayanan kesehatan, pasien terlambat ditangani oleh bidan atau dokter. Yang paling fatal biasanya kasus ibu muda atau ibu tua hamil yang mengalami pendarahan. Sampai di tempat pelayanan kesehatan, stok darah tidak ada, petugas kesehatan tidak di tempat. Ini menjadi penyebab yang cukup tinggi ibu melahirkan tidak terselamatkan. Yang paling miris di sentra pelayanan kesehatan di daerah, “Stok darah belum tentu ada, bahkan, kantog darah saja sering tidak ada, dokter sering tidak siap di tempat,” kata dia. Dia menyadari selama menjabat, masalah infrastruktur dan fasilitas sentra pelayanan kesehatan menjadi tanggungjawab negara melalui Kementerian Kesehatan, untuk mengatasinya. Masalah pemenuhannya terbentur anggaran kesehatan, yang alokasinya hanya 2,5 persen per tahun dari total APBN. Konstitusi menentukan alokasi anggaran kesehatan dari pemerintah pusat minimal 5 persen dari total APBN dan 10 persen dari APBD. Amanat tersebut tidak dipenuhi oleh pemerintah. Masalah ini menjadi tantangan Presiden Joko Widodo dan Menteri Kesehatan Prof Nila Moeloek untuk meningkatkan alokasi anggaran kesehatan. (Mukhijab/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat