kievskiy.org

Pers tidak Boleh Takut Memberitakan Pembungkaman Ekspresi

JAKARTA, (PR).- Lembaga Bantuan Hukum Pers meminta media jangan bungkam terhadap berita penangkapan dan pelarangan berekspresi yang menimpa sejumlah individu dan kalangan akhir-akhir ini. Menurut Kepala Divisi Riset dan Jaringan LBH Pers, Asep Komarudin sebaliknya media harus bisa menyajikan informasi mendalam terhadap fenomena yang mengancam keberlangsungan demokrasi di Indonesia itu. "Pers harus memberikan data yang faktual apa yang sedang terjadi, sehingga publik bisa tahu. Sudah menjadi hak publik untuk senantiasa mendapatkan informasi," kata Asep di Kantor LBH Jakarta, Kamis, 12 Mei 2016. Jika ada intimidasi dari sejumlah kalangan ataupun aparat, mekanisme Undang-Undang telah jelas melindungi kerja pers. Sehingga tak ada lagi alasan untuk bungkam pada isu-isu yang disinyalir akan menyebabkan kemunduran di Indonesia. "Memang terkadang balik lagi ke kebijakan redaksi. Tapi saya yakini harus ada ruang informasi yang memberitakan pembungkaman berkespresi seperti ini," ucapnya. Maraknya penangkapan yang terjadi terhadap beberapa pihak maupun golongan dengan label-label tertentu diakui Asep saat ini memang belum menjerat perusahaan media itu sendiri. Meski tak dimungkiri ada juga majalah dan harian nasional yang disita dari sekelompok orang yang ditangkap karena dianggap aparat berisi paham yang bertentangan dengan Pancasila. "Kami belum tahu ke depannya akan seperti apa (ada intimidasi ke media atau tidak). Yang jelas ini tidak lagi sporadik tapi sudah sistematis. Saya pikir tak akan ada penangkapan itu kalau tak ada perintah dari atasnya," ucapnya. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Alainsi Jurnalis Independen Indonesia, Arfi Bambani Amri menuturkan, pembubaran yang terjadi terhadap AJI Yogyakarta ketika memutar film "Pulau Buru Tanah Air Beta" dalam peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia 2016 beberapa waktu lalu mulai berbuntut panjang. Diakuinya, selain dituduh komunis, beberapa anggota AJI dan orang yang datang ke pemutaran film itu pun dicatat namanya, plat nomor polisinya, hingga dibuntuti ketika melakukan peliputan. "Padahal AJI adalah organisasi profesi wartawan yang berbadan hukum. Kami tidak memobilisasi buruh, tani, atau apapun. Kok bisa kami dituduh menyebarkan paham seperti itu," kata Arfi. Namun begitu, diakui Arfi intimidasi terhadap AJI sampai saat ini belum merembet ke 35 AJI Kota yang ada. Dia pun menilai, jika ini terus terjadi, bukan tidak mungkin malah menimbulkan penasaran masyarakat terhadap isu-isu yang berbau kiri. "Saya sudah bilang ke Humas Polri, apa yang dilakukan dengan menyita buku dan lain-lain itu adalah kesia-siaan. Kita hidup di era digital, dan publik bisa mendapat informasi dari mana saja," ucapnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat