kievskiy.org

ICJR: Mekanisme Praperadilan Harus Direformasi Total

JAKARTA, (PR).- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, mekanisme praperadilan harus direformasi total. Menurut Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono Peraturan Mahkamah (Perma) Agung nomor 4 Tahun 2016 yang selama ini mengatur praperadilan belum komprehensif. Pasalnya, dengan terbitnya Perma ini, maka mengajukan PK atas putusan perkara praperadilan kini dilarang. "Perma larangan PK perkara praperadilan ini menjadikan setiap perkara praperadilan tidak bisa diajukan kasasi, PK termasuk banding," kata Supriyadi di Jakarta, Minggu, 5 Juni 2016. Supriyadi menuturkan, menurut MA hal ini untuk menghindari kesimpangsiuran berbagai pendapat tentang boleh atau tidak pengajuan PK perkara praperadilan. Perma ini juga berisi tentang objek perkara apa yang saat ini dapat diajukan praperadilan, khususnya pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, yang memperluas objek praperadilan menjadi melingkupi pula sah tidaknya penyitaan, penggeledahan, dan penetapan tersangka "Namun Perma ini belum cukup komprehensif dalam mengatur soal Praperadilan. ICJR justru merekomendasikan bahwa perma Praperadilan seharusnya mengakomodir seluruh masalah Praperadilan termasuk kondisi pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 Terutama soal pembatasan hak Praperadilan bagi buronan (DPO)," ucapnya. Selain itu beberapa rekomendasi pun hendaknya dipertimbangkan MA mengenai kepastian jangka waktu pelaksanaan Praperadila mengingat saat ini tidak ada pengaturan lanjutan terkait jangka waktu Praperadilan. Tak dimungkiri antara praktik dan norma hukum pun kerap terjadi disparitas yang cukup tinggi terkait jangka waktu pelaksanaan Praperadilan. "Masih dibutuhkan juga Pengaturan khusus terkait dengan hukum acara dalam Praperadilan. Secara umum Pengaturan mengenai hukum acara Praperadilan di dalam KUHAP kurang memadai dan tidak jelas, sehingga dalam praktiknya hakim banyak menggunakan pendekatan asas-asas hukum acara perdata," ucapnya. Dengan digunakannya pendekatan itu, seringkali muncul kontradiksi di antara dua hukum acara tersebut, yang tentunya melahirkan situasi ketidakpastian hukum dan tidak menguntungkan bagi tersangka dalam memanfaatkan mekanisme Praperadilan. Mekanisme pengajuan praperadilan memang tidak secara tegas dan rinci diatur dalam KUHAP. "MA harusnya memberikan perhatian khusus atas praktik hukum acara yang terjadi dalam Praperadilan, termasuk prosedur-prosedur hukum acaranya maupun standar hukum pembuktian Praperadilan penahanan," ucapnya. Pihaknya pun menilai perlunya pengawasan secara umum terhadap praktik Praperadilan. Ketersediaan informasi yang saat ini ada tidak signifikan baik dari akses informasi maupun laporan terkait praktik Praperadilan di tiap pengadilan. "Perbaikan manajemen perkara Praperadilan di tingkat PN pun perlu. Permasalahan lain yang mengemuka dalam praktik Praperadilan adalah terkait dengan mekanisme beracara yang dipakai dalam sidang Praperadilan hingga kini belum menemui kata sepakat, apakah memakai mekanisme peradilan pidana, peradilan perdata atau memiliki mekanisme sendiri yang berbeda dari dua mekanisme peradilan sebelumnya," ucapnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat