kievskiy.org

Ada Aliran Dana Ke Pengadilan Tipikor Bandung Rp 300 Juta

BUPATI nonaktif Subang Ojang Sohandi sesaat dipindahkan ke Rumah Tahanan Kebonwaru, Jalan Jakarta, Kota Bandung, Jumat 5 Agustus 2016. Ojang Sohandi akan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung terkait kasus dana kapitasi BPJS.*
BUPATI nonaktif Subang Ojang Sohandi sesaat dipindahkan ke Rumah Tahanan Kebonwaru, Jalan Jakarta, Kota Bandung, Jumat 5 Agustus 2016. Ojang Sohandi akan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung terkait kasus dana kapitasi BPJS.*

BANDUNG, (PR).- Hakim Pengadilan Tipikor Bandung meminta jaksa KPK untuk mengusut tuntas kasus suap pengurusan korupsi BPJS Subang. Semua yang diduga terlibat, baik hakim, pengacara dan pihak lainnya harus diproses. "Coba Pak Jaksa periksa mereka-mereka yang terlibat. Kalau memang ada penegak hukum yang terlibat seperti hakim dan pengacara, periksa saja, agar pemberantasan korupsi ini bisa tuntas," ujar hakim anggota Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Rodjali, di depan persidangan kasus suap pengurusan BPJS Subang, Rabu 10 Agustus 2016. Pernyataan itu dilontarkan sehubungan adanya keterangan dari Bupati Subang Ojang Suhandi saat menjadi saksi pada persidangan dengan terdakwa Jajang Abdul Kholik dan istrinya Lenih Marliana. Ojang menyebutkan Pemda Subang telah mengeluarkan uang Rp 600 juta untuk pengurusan kasus tersebut di Pengadilan Tipikor Bandung dan Kejati Jabar. Uang tersebut diberikan melalui pengacara Nurholim. "Nurholim meminta uang untuk pengurusan di Kejati Jabar dan Pengadilan Tipikor Bandung, agar aman selama proses persidangan. Minta uang kordinasi Rp 300 juta untuk pengadilan dan sisanya untuk di Kejati Jabar," ujarnya. Ojang mengungkapkan bahwa pemberian uang itu bukan inisiatifnya, tapi keluar dari mulut Nurholim, dengan dalih pengamanan di pengadilan dan di kejaksaan. Apakah uang sebanyak itu sampai tidaknya kedua lembaga tadi, Ojang mengaku tidak tahu. Selain itu, kiprah Nurholim juga terungkap pada saat penyidikan di Polda Jabar, dengan mengatasnamakan penyidik Polda Jabar, dia meminta uang Rp 1,4 miliar. "Nurholim meminta uang Rp 1,4 miliar dengan dalih untuk pengembalian kerugian negara. Saya kasihkan dua tahap di Hotel Panghegar Rp 1 miliar dan di Pascal Hyper Square Rp 400 juta," katanya. Namun, karena adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang gagal di Polda Jabar, uang itu tak sampai ke penyidik. Pada persidangan sebelumnya, Nurholim mengaku menyimpannya di kantor. Kemudian ketika ditanya apakah uang sebanyak Rp 1,4 miliar itu dikembalikan lagi ke Pemda Subang? Ojang menyatakan uang itu tidak dikembalikan malah Ojang disodori kuitansi seolah-olah uang sudah dikembalikan. "Ngomongnya seolah-olah, nanti kalau aman dikembalikan. Tapi sampai sekarang uang sebesar itu tidak dikembalikan," ujarnya. Ojang mengaku melakukan semua itu karena takut ia dijadikan tersangka, karena menurut Nurholim bahwa selain Jajang dan Budi, Bupati Subang dan kepala puskesmas bisa dijadikan tersangka. "Terus terang saja, saya ditakut-takuti Nurholim karena dia selalu mengatasnamakan penyidik sehingga saya kerap sekali memberikan uang kepada Nurholim dalam jumlah banyak," ujarnya. Ojang mengenal Nurholim dari dari Budi yang menyatakan bahwa Nurholim adalah pengacara yang direkomendasikan oleh penyidik Polda Jabar. "Saya punya pengacara sendiri, tapi karena ada saran itu maka saya ikuti aja," ujar Ojang yang tadi mengenakan baju batik cokelat. Ojang juga dalam kesaksiannya menceritakan bahwa ia juga diminta uang oleh Hermanto yang mengaku dari Humas KPK. "Pasca OTT yang gagal memang banyak orang yang datang ke saya. Salah satunya Hermanto. Dia menakut-nakuti dengan mengaku orang KPK dan meminta uang Rp 500 juta, saya kasih saja langsung ditransfer ke rekeningnya," ujar Ojang polos. Selain itu, Ojang juga didatangi oleh seseorang bernama Budi Raharja, dia mengaku dari BIN dan menakut-nakuti Ojang, dan meminta sejumlah uang. "Saya kasih juga," ujarnya. Kemudian Ojang juga mengaku kerap ditelefon Jajang melalui ajudannya untuk dibantu. "Kami diminta bantuan oleh Jajang saya kasih Rp 100 juta, kemudian Jajang minta lagi untuk uang kordinasi dengan jaksa Rp 160 juta." Sebelumnya, jaksa Fachri Nurmallo dan Devy Rochaeni juga dijadikan saksi dalam sidang tersebut. Devy mengaku bahwa dirinya merupakan suruhan Fachri untuk mengambil uang pengganti yang akan diberikan Jajang sebelum tuntutan dibacakan. "Saya tidak tahu jumlahnya hanya saja saya disuruh untuk mengambil uang pengganti," ujarnya. Devy pun mengaku bahwa dirinya selalu melaporkan perkembangan persidangan kasus BPJS kepada Fahri. Sementara itu, Fahri Nurmalo, dicecar jaksa KPK dan Majelis Hakim Tipikor soal Komitmen Operasional senilai Rp 460 juta yang terdiri Rp160 juta untuk uang pengganti, Rp300 juta untuk Operasional. Fahri , mengatakan alokasi uang pengganti itu merupakan pertimbangan selama persidangan Jajang Abdul Khalik setelah adanya pertemuan dengan istri Jajang yaitu Lenih Marliani pada Maret 2016. "Kita hitung kembali di persidangan, apa yang digunakan, itu yang kita bebankan," ujarnya. Jumlah itu, lanjut Fahri ditetapkan berdasarkan laporan kedua jaksanya yang menangani selama persidangan dan dilaporkan serta dibahas bersama. "Waktu itu karena yang menyidangkan dua jaksa, mereka yang mengetahui proses persidangan, jadi mendiskusikannya dengan saya," katanya. (Yedi Supriadi)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat