kievskiy.org

Salat Jangan Dijadikan Instrumen Politik

BALIGO bertuliskan Nusantara Bersatu Indonesia Milikku, Milikmu Milik Kita Bersama Bhinneka Tunggal Ika terpasang di Jalan Aceh, Kota Bandung, Senin (28/11/2016). Spanduk dan baligo serupa tersebar di beberapa sudut Kota Bandung, sebagai bentuk sosialisasi pada warga akan utuhnya NKRI.*
BALIGO bertuliskan Nusantara Bersatu Indonesia Milikku, Milikmu Milik Kita Bersama Bhinneka Tunggal Ika terpasang di Jalan Aceh, Kota Bandung, Senin (28/11/2016). Spanduk dan baligo serupa tersebar di beberapa sudut Kota Bandung, sebagai bentuk sosialisasi pada warga akan utuhnya NKRI.*

YOGYAKARTA, (PR).- Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Muhadjir Darwin mengingatkan seluruh elemen masyarakat bahwa salat bukan untuk dijadikan sebagai instrumen politik. "Salat itu adalah ibadah suci agama Islam yang sifatnya transendental, yang harus dijaga kesuciannya. Tidak pantas jika dikotori maknanya menjadi instrumen politik," ujarnya saat ditemui di Kampus UGM, Yogyakarta, Senin 28 November 2016. Oleh karena itu, ia menyetujui fatwa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang menyatakan bahwa kegiatan salat di jalanan tidak sah. Salat di luar tempat ibadah hanya dapat dibenarkan jika itu dilakukan pada kondisi darurat. Misalnya, tempat ibadah yang ada rusak, mungkin karena gempa atau terkena bom di waktu perang, imbuh dia. "Namun saat ini, Indonesia berada di situasi normal, masjid ada banyak. Kita juga tidak dalam situasi perang atau situasi bencana. Jadi apa alasan salat Jumat di jalan?" katanya. Muhadjir menuturkan bahwa alasannya adalah karena para pendemo sedang dalam situasi darurat yaitu berdemo, hal itu terjadi karena rencana para pendemo itu sendiri, dan tidak masuk kategori darurat. "Kenapa demo dilakukan di jam salat Jumat? Bukan sebelum atau setelahnya? Artinya, mereka punya alternatif tempat dan waktu. Jadi prinsip darurat tidak relevan digunakan dalam kasus ini," tuturnya. Lebih keliru lagi, kata dia, jika para pendemo tetap bersikeras menggunakan dan menjadikan salat Jumat sebagai instrumen demo. "Itu tidak dapat dibenarkan sama sekali. Sebab salat merupakan ibadah suci agama Islam yang tidak boleh dijadikan instrumen politik untuk kepentingan apapun," ucapnya. Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengimbau masyarakat setempat khususnya umat Muslim tidak ikut unjuk rasa yang akan digelar pada 2 Desember 2016 di Jakarta. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Toha Abdurrahman mengatakan, daripada berangkat ke Jakarta sebaiknya masyarakat memperbanyak doa serta menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah cukup melalui surat. "MUI Yogyakarta tidak akan mengirim (anggota) ke Jakarta, kami hanya menganjurkan masyarakat mengirim surat kepada pemerintah," katanya. Menurut dia, untuk menjaga kondisi keamanan dan kerukunan bangsa, penyampaian aspirasi melalui surat kepada pemerintah pusat dinilai lebih tepat. "Yang penting doa. Umat kirim surat sebanyak-banyaknya (ke pemerintah pusat) tidak apa-apa biar didengar oleh pusat supaya menegakkan hukum dengan adil."***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat