kievskiy.org

Peringatan Deklarasi Djuanda, Jangan Lagi Termarginalkan

BANDUNG, (PR).- Revitalisasi Deklarasi Djuanda menjadi keharusan di tengah wacana penguatan Poros Maritim yang digagas oleh pemerintahan Joko Widodo dan M Jusuf Kalla. Kita harus mengakui, peran dan dampak Deklarasi Djuanda yang begitu dahsyat sempat termaginalkan dalam babak sejarah kehidupan bangsa ini. ”Inilah yang menjadikan Paguyuban Pasundan berkehendak untuk secara kontinu memperingatinya. Yang terpenting adalah elite bangsa saat ini hirau terhadap peran dan kontribusi para pahlawannya sehingga mereka kemudian juga menyosialisasikannya kepada masyarakat,” demikian disampaikan Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan M Didi Turmudzi di Bandung, Rabu 14 Desember 2016. Pada Kamis 15 Juli 2016), Paguyuban Pasundan akan menggelar acara peringatan Deklarasi Djuanda ke-59 di Mandalasaba Aula Otto Iskandar di Nata Kampus Universitas Pasundan, Jalan Setiabudi, Kota Bandung. Para tokoh asal Jawa Barat direncanakan akan menyampaikan pemikirannya pada peringatan tersebut. Mereka antara lain Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana TNI Ade Supandi, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, Pangdam III/Siliwangi Muhammad Herindra, politisi Partai Golkar Ade Komarudin, serta sesepuh Jabar lainnya. Peringatan Deklarasi Djuanda kini menjadi kegiatan rutin yang saban tahun dilakukan oleh Paguyuban Pasundan. “Namun, untuk kali ini, peringatan menitikberatkan pada desakan atau dorongan agar pemerintah, baik pusat maupun daerah, termasuk parlemennya (DPR dan DPRD), berkehendak untuk merevitalisasi peran Deklarasi Djuanda bagi keberlangsungan NKRI,” kata Didi. Paguyuban Pasundan berharap agar peringatan Deklarasi Djuanda tidak semata menjadi agenda rutin ormas kesundaan terbesar itu. “Namun, juga menjadi momentum yang diperingati oleh pemerintah di semua level untuk menempatkan kembali sejarah pada rel seharusnya. Peran besar Djuanda yang dengan kemampuan diplomasi serta kesantunan akademis dan teknokratikya mampu mengimplementasikan gagasan besar Soekarno, presiden pada saat itu,” ujar Didi. Sebagaimana diketahui, Deklarasi Djuanda dicetuskan pada 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja. Isinya merupakan pernyataan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Sebelum Deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeë en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Dengan adanya Deklarasi Djuanda, luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat, dari 2.027.087 kilometer persegi menjadi 5.193.250 kilometer persegi, dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional. Gemilang Menurut Didi Turmudzi, Deklarasi Djuanda telah mencatatkan sejarah kegemilangan bangsa dalam menaklukkan dunia tanpa kekuatan senjata, tetapi dengan kepiawaian berdiplomasi. “Deklarasi ini memberikan daya imperatif kemerdekaan Indonesia seutuhnya secara kewilayahan dan menjadikannya sebuah kesatuan dalam bingkai wawasan Nusantara,” katanya. Lebih jauh, Didi mengungkapkan peran dan kontribusi besar para tokoh Sunda dalam sejarah perjuangan bangsa akan terus direvitalisasi. “Kebetulan, pada Desember ini relatif banyak momentumnya. Pada 4 Desember, kita memperingati HUT Raden Dewi Sartika, kemudian 13 Desember Deklarasi Djuanda, dan pada 20 Desember kita akan memperingati wafatnya Oto Iskandar Dinata yang sampai saat ini masih misteri dalam sejarah nasional kita,” ucapnya. Peran besar tokoh-tokoh lain dalam panggung sejarah nasional, seperti Umar Wirahadikusumah, Ali Sadikin, Mochtar Kusumaatmadja, dan lain-lain juga akan direvitalisasi. Sekaligus dijadikan bahan kajian, termasuk menyentuh aspek personality atau gaya kepemimpinan masing-masing. “Mudah-mudahan dari hasil kajian itu akan muncul rekomendasi yang semakin menguatkan spirit Ki Sunda dalam berkontribusi bagi kemaslahatan nasional,” katanya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat