kievskiy.org

60.000 WNI Overstay Akan Ikut Amnesti di Arab Saudi

JAKARTA, (PR).– Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan, Soes Hindharno, mengungkapkan bahwa sedikitnya ada 60.000 warga negara Indonesia (WNI) yang sudah habis masa tinggalnya atau overstay. Mereka akan mengikuti program pengampunan (amnesti) yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi.

"Kita harus segera menyikapi rencana amnesty puluhan ribu WNI, khususnya bagaimana memulangkan mereka ke tanah air. Kita tidak bisa mendiamkan saja, tapi kalau menyiapkan pesawat dan menanggung biayanya akan jadi preseden buruk," kata Soes Hindharno dalam Media Ghatering yang membahas "Upaya Pencegahan TKI Non Prosedural" di Kantor Kemnaker, Jakarta, Senin, 3 April 2017.

Menurut dia, puluhan ribu WNI overstay itu merupakan orang-orang yang di antaranya sudah melakukan umrah, ziarah dan wisata, atau kabur dari majikan memang cukup merepotkan pemerintah. Berbagai cara dilakukan calon TKI ilegal untuk bisa bekerja di luar negeri. Salah satunya dengan menggunakan alasan menjalankan ibadah umrah, hingga menjadi pelancong. Kedok menjalankan ibadah umrah dan pelancong merupakan salah satu di antara banyak cara yang ditempuh calon TKI ilegal.

"Banyaknya lalu lalang tenaga kerja dalilnya umroh, lawatan, dan melancong‎," katanya. Menurut Soes, biasanya calon TKI ilegal yang menggunakan kedok umroh dan pelancong dapat dicurigai ketika ingin membuat paspor. Biasanya saat diwawancara pihak imigrasi, para pembuat paspor yang berniat menjadi TKI ilegal memberikan jawaban yang tidak jelas.

Setelah berhasil menetap dan bekerja di Arab Saudi, mereka pergi tanpa pamit, tapi membuat pemerintah sibuk untuk memulangkannya. Ini seperti gelombang pemulangan sebelumnya. Untuk menangani gelombang WNI yang mengikuti program amnesty tersebut, lanjut Soes, pemerintah dan instansi terkait sudah berkoordinasi. "Kita masih membahas apa menggunakan APBN atau dicari dana lain."

Diungkapkan, saat ini masih banyak masyarakat yang nekad bekerja ke luar negeri karena sempitnya lapangan kerja di dalam negeri, tergiur tingginya upah, pengaruh middle man (orang ketiga), pengaruh demografis (dekat perbatasan) dan kurangnya sosialisasi dan informasi serta maraknya percaloan. "Informasi pemerintah kurang mujarab dibandingkan middle man (pihak ketiga) yang kerap diiming-imingi uang," kata Soes. Namu. Dia mengaku tidak tahu jumlah berapa angka tepatnya TKI di luar negeri.

Untuk menekan penempatan TKI non prosedural (ilegal), pemerintah memberdayakan Desa Migran Produktif (Desmigratif). Desmigratif merupakan bentuk kepedulian pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam memperbaiki nasib dan perlindungan kepada masyarakat yang akan menjadi TKI ke luar negeri, maupun yang telah purna TKI.

Tahap awal, Desmigratif akan dilaksanakan di sembilan provinsi dan 50 kabupaten. Kesembilan provinsi itu adalah Sumatera Utara, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Dengan konsep ini pemerintah desa sebagai unit terkecil struktur pemerintahan akan dilibatkan lebih aktif dalam persoalan penempatan TKI. Mulai dari sebagi pusat informasi, komunikasi, bagian integral penempatan, hingga koordinasi terhadap perlindungan TKI sejak pra penempatan hingga purna penempatan.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat