kievskiy.org

Tuntut Lahan Kembali, Petani Teluk Jambe Rela Dikubur

Sejumlah petani Telukjambe melakukan aksi kubur diri di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 25 April 2017. Aksi ini adalah simbol kekecewaan atas tak jelasnya nasib mereka pasca terusir dari lahan garapannya.*
Sejumlah petani Telukjambe melakukan aksi kubur diri di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 25 April 2017. Aksi ini adalah simbol kekecewaan atas tak jelasnya nasib mereka pasca terusir dari lahan garapannya.*

JAKARTA, (PR).- Mata Yanto sesekali terpejam menahan panas. Temannya sesama petani dari Teluk Jambe Karawang berkumpul di sisinya sambil sesekali mengipasi Yanto atau sekadar memberi minum. Wajahnya menengadah menghadap langit, sementara tubuhnya tertahan tanah. Bersama empat petani lainnya yakni Paiden, Wandi, Adek, dan Sijam, Yanto melakukan Aksi Kubur Diri di depan Istana Negara, Selasa, 25 April 2017. Aksi ini adalah simbol kekecewaan atas tak jelasnya nasib mereka pasca terusir dari lahan garapannya. Nasib Yanto beserta ratusan petani asal Teluk Jambe lainnya memang sudah lama terkatung-katung. Sengketa lahan antara petani dengan PT Pertiwi Lestari sejak 2014 membuat mereka tak bisa lagi tinggal di kampungnya. Pecahnya konflik fisik antara petani dengan pihak perusahaan yang mencoba merangsek lahan garapan pada Oktober 2016 pun menjadi puncaknya. Belasan warga ditahan sementara ratusan lainnya memilih mencari suaka ke Jakarta untuk menyelamatkan diri karena takut diburu oleh aparat. Titik terang sempat ditawarkan oleh Pemerintah Kabupaten Karawang setelah mereka mengungsi sebulan lamanya di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Namun sejak kepulangan mereka ke Karawang pada 14 November 2016 lalu, tetap tak ada kejelasan terkait lahan garapan dan nasib mereka hingga akhirnya para petani ini memutuskan untuk kembali ke Jakarta pada 16 Maret 2017 lalu. "Kami dibohongi oleh pemerintah Kabupaten Karawang khususnya Ibu Cellica (Bupati Karawang). Di notulen rapat dia menjanjikan petani bisa pulang lewat penyelesaian jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, tetapi kami tetap terlunta-lunta. Akhirnya kami memilih kembali lagi ke Jakarta," kata Maman Nuryaman, Ketua Serika Tani Telukjambe Bersatu yang memimpin aksi tersebut. Menurut Maman, tenggat waktu antara kepulangan mereka ke Karawang pada 14 November 2016 lalu dengan penyelesaian sengketa tanah, harusnya sudah rampung pada 14 April 2017 ini. Namun, selama mereka menunggu tak ada tanda-tanda kemajuan yang berarti. "Kami komunikasi (dengan Pemkab). Tapi yang kami terima malah pembiaran. Kami malah disuruh menonton rumah kami digusur oleh perusahaan, Seharusnya kami diamankan oleh Pemkab dan perusahaan berhenti dulu aktivitas sampai kasus ini selesai. Kami kecewa dengan Kabupaten Karawang," ucap dia. Fasilitas sehari-hari seperti makanan dan pendidikan untuk anak yang pernah dijanjikan oleh Kabupaten Karawang ketika mereka dipindahkan dari LBH Jakarta ke Rusunawa Karawang pun tak kunjung terealisasi. Untuk menyambung hidup, tak jarang mereka harus berbagi singkong di tempat tinggal sementara. "Janji itu hanya berlaku sekitar 1,5 bulan. Setelahnya kami kembali terlantar. Bahkan ada satu saudara kami yang meninggal, namanya Bu Awen. Beliau meninggal di Rusunawa karena tekanan darah tinggi," ucapnya. Mewakili para petani, Maman menegaskan hendaknya pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini. Beberapa tuntutan yang mereka sampaikan di antaranya pengembalian petani ke lokasi dalam keadaan semula, meminta pemerintah mencabut Hak Guna Bangun PT Pertiwi Lestari yang telah ditelantarkan dan menyengsarakan rakyat, serta memberi jaminan keamanan bagi para petani. "Kami siap membela hak kami. Walaupun harus mati kami siap. Seperti teman-teman yang mengubur diri, kalau tidak ditanggapi, kami akan terus seperti ini (mengubur diri)," ucapnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat