kievskiy.org

KPU Beri Tenggat 22 Januari, Oesman Sapta Odang Harus Mundur dari Ketum Partai Hanura

Ketua KPU Arief Budiman (kedua kanan) bersama Komisioner KPU Ilham Saputra (kiri), Hasyim Asy'ari (kedua kiri), Wahyu Setiawan (kanan) memberikan pernyataan pers di Media Center KPU, Jakarta, Rabu 16 Januari 2019.* ANTARA.
Ketua KPU Arief Budiman (kedua kanan) bersama Komisioner KPU Ilham Saputra (kiri), Hasyim Asy'ari (kedua kiri), Wahyu Setiawan (kanan) memberikan pernyataan pers di Media Center KPU, Jakarta, Rabu 16 Januari 2019.* ANTARA.

JAKARTA, (PR).- Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta Oesman Sapta Odang (OSO) mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Hanura jika ingin menjadi calon tetap peserta pemilihan umum Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 2019. Pengunduran diri tersebut harus dilakukan secara tertulis yang memiliki nilai hukum dan diserahkan kepada KPU paling lambat 22 Januari 2019. 

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, keputusan tersebut diambil secara kolektif kolegial dalam rapat pleno KPU. Menurut dia, apabila OSO tak menyerahkan surat pengunduran diri hingga tenggat waktu tersebut di atas, OSO tidak akan dicantumkan dalan daftar calon tetap perseorangan peserta pemilu anggota DPD 2019. 

“Kami ambil secara kolektif kolegial. Tujuh orang hadir di sana (pleno) lengkap, semua secara bulat menyimpulkan secara utuh bahwa KPU meminta Oesman Sapta melaksanakan amanat konsitusi UUD 1945 dan putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 dengan menundurkan diri sebagai pengurus partai politik,” kata Arief dalam konferensi pers di Kantor Pusat KPU, Jakarta, Rabu 16 Januari 2019.

Ia mengklaim, sikap KPU terhadap OSO sesuai prinsip pemilu yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 huruf d UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum, UUD 1945 dan putusan MK. “Yang pada intinya melarang pengurus partai politik untuk mencalonkan diri menjadi anggota DPD,” ucapnya.

Komisioner KPU Hasyim Asyari menambahkan, sikap yang diambil KPU tersebut untuk melaksanakan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nomor 008/LP/PL/ADM/RI/00.00/XII/2018 tanggal 9 Januari 2019. “Berdasarkan itu kemudian KPU mempelajari putusan tersebut dalam rapat pleno dan kemudian kami mengambil keputusan bagaimana pelaksanaan putusan Bawaslu terhadap perkara pencalonan atas nama Oesman Sapta,” katanya.

Ia menuturkan, sesuai putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 poin 3.17, KPU dapat memberikan kesempatan kepada bakal calon anggota DPD yang kebeturan merupakan pengurus partai politik untuk tetap sebagai calon DPD sepanjang telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik. “Yang pada intinya melarang pengurus partai politik untuk jadi calon anggota DPD dalam pemilu selanjutnya,” ujarnya.

Polemik

Polemik pencalonan OSO sebagai calon peserta pemilu DPD RI berawal dari putusan rapat paripurna pada 20 Desember 2018 yang intinya memberhentikan sementara GKR Hemas sebagai pimpinan DPD. Badan Kehormatan DPD RI saat itu mengumumkan pemberhentian sementara Hemas harus diambil karena melanggar tata tertib dengan tidak pernah datang ke rapat paripurna sebanyak 12 kali berturut-turut. 

Keputusan pemberhentian sementara itu semakin memperkeruh konflik dualitas kepemimpinan DPD yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir. Dualisme kepemimpinan di DPD semakin meruncing ketika OSO didapuk menjadi Ketua DPD pada 4 April 2017. Naiknya OSO menimbulkan kegaduhan karena saat itu ia tengah menjabat sebagai Wakil Ketua MPR dan Ketua Partai Hanura. 

Selain rangkap jabatan, posisi OSO sebagai anggota partai politik juga menuai pertentangan. Pasalnya, anggota DPD seharusnya berasal dari jalur independen atau nonpartai. Kendati demikian, pada 25 Oktober 2018, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan OSO untuk uji materi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018 mengenai larangan pengurus partai menjadi calon legislatif DPD.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat