kievskiy.org

Faisal Basri Tunjukkan Data ke Jokowi Soal Hilirisasi Nikel Untungkan China

Ilustrasi biji nikel.
Ilustrasi biji nikel. /Pixabay/stafichukanatoly

PIKIRAN RAKYAT - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menjawab bantahan Jokowi mengenai hilirisasi nikel dengan membeberkan data. Dia pun mematahkan bantahan Presiden soal hilirisasi nikel yang menguntungkan China.

Dia menuturkan bahwa angka-angka yang disampaikan Jokowi tidak jelas sumber dan hitung-hitungannya. Presiden hendak meyakinkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel amat menguntungkan Indonesia dan tidak benar tuduhan bahwa sebagian besar kebijakan hilirisasi dinikmati oleh China.

"Jika berdasarkan data 2014, nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp1 triliun. Ini didapat dari ekspor senilai 85,913 juta dolar AS dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama yaitu Rp11,865 per dolar AS," kata Faisal Basri, Jumat 11 Agustus 2023.

Baca Juga: Tarif Awal Kereta Cepat Jakarta-Bandung Rp250.000, Ini Penjelasan dari Dirut KCIC

"Lalu, dari mana angka Rp510 triliun? Berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah 27,8 miliar dolar AS. Berdasarkan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar Rp14.876 per dolar AS, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) setara dengan Rp413,9 triliun," tuturnya menambahkan.

Terlepas dari perbedaan data antara yang disampaikan Jokowi dan hitung-hitungannya, Faisal Basri mengakui memang benar adanya lonjakan ekspor dari hasil hilirisasi. Lonjakan sebesar 414 kali lipat itu pun dinilainya 'sungguh sangat fantastis'.

Akan tetapi, apakah uang hasil ekspor mengalir ke Indonesia? Mengingat hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel 100 persen dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas. Maka, adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri.

Hal itu berbeda dengan ekspor sawit dan turunannya yang dikenakan pajak ekspor atau bea keluar plus pungutan berupa bea sawit, untuk ekspor olahan bijih nikel sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya. Jadi, penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar.

"Jika keuntungan perusahaan sawit dan olahannya dikenakan pajak keuntungan perusahaan atau pajak penghasilan badan, perusahaan smelter nikel bebas pajak keuntungan badan karena mereka menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih. Jadi, nihil pula penerimaan pemerintah dari laba luar biasa yang dinikmati perusahaan smelter nikel," ujar Faisal Basri.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat