kievskiy.org

Haris Azhar Dituntut 4 Tahun Penjara di Kasus Luhut, Jaksa Dikritik karena Kutip Buzzer

Direktur Lokataru Haris Azhar saat mengikuti sidang dengan agenda pembacaan putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin 22 Mei 2023.
Direktur Lokataru Haris Azhar saat mengikuti sidang dengan agenda pembacaan putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin 22 Mei 2023. /ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/hp.

PIKIRAN RAKYAT - Jaksa menuntut pendiri Lokataru, Haris Azhar, dan Koordinator KontraS 2020-2023, Fatia Maulidiyanti, dengan pidana masing-masing 4 tahun dan 3,5 tahun penjara dalam Lord Luhut. Tim Advokasi untuk Demokrasi menyatakan, tuntutan itu sesat dan menginjak-injak hukum dan demokrasi.

Pembacaan tuntutan dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 13 November 2023. Sebelum jaksa membacakan tuntutannya, tim mengajukan alat bukti surat yang telah dihadirkan sebelumnya pada proses pemeriksaan saksi dan ahli. Alat bukti surat itu bertujuan untuk memperkuat pembuktian Fatia dan Haris tidak bersalah dan harus dinyatakan bebas dari segala dakwaan.

Dalam pembukaan surat penuntutan, tim menilai, jaksa begitu tendensius dengan menyebutkan berhenti menggunakan isu Hak Asasi Manusia (HAM), antikorupsi, dan lingkungan di Papua sebagai dalih untuk lari dari pertanggungjawaban pidana.

Selain itu, tim pembela Haris dan Fatia tersebut pun menyoroti narasi Jaksa yang menyerang cara-cara penasihat hukum dan penonton yang dianggap membuat kegaduhan. Hal itu sangat problematik. Pasalnya, jaksa dipandang bukan hanya menjatuhkan martabat Fatia dan Haris, akan tetapi menjatuhkan rasa solidaritas yang terbangun di antara kelompok masyarakat sipil.

Baca Juga: Pengundian Nomor Urut Capres-Cawapres 2024 Akan Diawali Gala Dinner Para Pembesar Parpol

Jaksa pun mempermasalahkan sesi pembuktian saksi dan ahli karena dianggap tidak objektif dan tidak berdasarkan sumpah. Tim menyatakan, tuduhan itu sangat serius. Selain meragukan kapasitas saksi dan ahli yang tim hadirkan, keterangan mereka dianggap manipulatif serta bohong. Padahal, sikap saksi dan ahli dari tim sejauh ini sangat kooperatif dan menjawab seluruh pertanyaan.

Hal-hal yang disampaikan jaksa dalam penuntutan, menurut tim, mengenyampingkan proses pembuktian di persidangan. Jaksa sama sekali tidak menyinggung persoalan kebebasan berekspresi, konflik kepentingan pejabat hingga narasi Anti-SLAPP yang telah disampaikan pada proses pembuktian. Jaksa pun mengenyampingkan fakta podcast yang berbasis riset berupa kajian cepat masyarakat sipil.

Proses pembacaan tuntutan pada sidang kali itu dinilai tim kian menegaskan jaksa betul-betul membela kepentingan Luhut, bukan kepentingan publik. Jaksa menyampaikan bahwa Luhut sama sekali tidak terlibat dalam praktik pertambangan di Papua. Padahal, dalam proses pembuktian saksi yang dihadirkan oleh jaksa sendiri yakni Paulus Prananto mengakui bahwa perusahaan yang dimiliki Luhut pernah menjajaki kesepakatan bisnis pertambangan di Intan Jaya dengan West Wits Mining dan PT Qurrota Madinah Ain.

Baca Juga: Jalan Rusak di Warungtilu-Cigagak Bandung Barat Tak Kunjung Diperbaiki, Warga Protes Pakai Foto Jokowi

Dalam pembahasan Pembela HAM, Jaksa dalam surat tuntutannya menyatakan bahwa pemberian label Pembela HAM bukan alasan pembenar dari tindakan yang dilakukan oleh Fatia-Haris. Jaksa justru mengarahkan bahwa hak, martabat dan nama baik Luhut ah yang dilanggar oleh Haris dan Fatia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat