kievskiy.org

3 Konflik Agraria di Kalimantan, Masyarakat Adat Dayak Diabaikan Pemerintah

Ilustrasi masyarakat adat suku Awyu Papua yang melakukan demonstrasi akibat konflik agraria.
Ilustrasi masyarakat adat suku Awyu Papua yang melakukan demonstrasi akibat konflik agraria. /Greenpeace Indonesia

PIKIRAN RAKYAT - Simak 3 konflik agraria yang terjadi di Kalimantan, hak masyarakat adat dinilai diabaikan dan pemerintah dinilai abaik terhadap mereka. Penelusuran ini dilandasi penelitian oleh tiga jurnal ilmiah.

Jurnal-jurnal itu memotret konflik agraria di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah; Kabupaten Lamadau, Kalimantan Tengah; dan Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Timur. Konflik ini seharusnya dibahas di debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada Minggu, 21 Januari 2024.

3 konflik agraria di Kalimantan

Berikut selengkapnya:

  1. Kabupaten Kotawaringin Timur, konflik 3 perkebunan kelapa sawit vs masyarakat Dayak

    Tulisan oleh Imam Syafi'i di Jurnal Masyarakat dan Budaya (2016) menyebut ada sistem tata kelola sumber daya alam (SDA) yang buruk di Indonesia. Ada tumpang tindih kewenangan baik antara pemerintah pusat maupun daerah.

    "Sementara, negara cenderung memberikan fasilitas yang memudahkan laju ekspansi perusahaan perkebunan sawit yang ekstraktif. Hal ini kemudian mempercepat laju kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan dan marginalisasi kelompok masyarakat adat," ujar Syafi'i.

    Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah sudah dimulai sejak 1993 atau era orde baru. Orde Baru dinilai memfasilitasi perusahaan itu lewat UU No. 1/1968 tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA) dan UU No. 6/1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN).

    Grafik peningkatan konflik agraria.
    Grafik peningkatan konflik agraria.

    Setelah Orde Baru tumbang, Otonomi Daerah lewat Undang-Undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 justru dijadikan peluang untuk mendapatkan kesempatan lebih luas untuk terlibat dalam pengelolaan SDA. Tak hanya UU tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan aturan hukum lain yang dinilai memuluskan langkah perusahaan dalam mengeksploitasi hutan.

    "Pada tahun 2009 misalkan, pemerintah pusat mengeluarkan Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Minerba yang memberikan peluang daerah di dalam pengelolaan SDA mereka sekalipun pada praktiknya hal ini memunculkan masalah baru terutama tumpang tindihnya berbagai peraturan perundang-undangan yang ada," ujar Imam Syafi'i.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat