kievskiy.org

HPN 2024: Greenpeace Indonesia Ungkap Strategi 'Licik' Perusahaan Eksploitasi SDA

Ilustrasi perusahaan yang eksploitasi SDA dengan cara licik kata Greenpeace Indonesia.
Ilustrasi perusahaan yang eksploitasi SDA dengan cara licik kata Greenpeace Indonesia. /Pexels/Picas Joe

PIKIRAN RAKYAT - Greenpeace Indonesia mengungkap strategi perusahaan dalam meneksploitasi Sumber Daya Alam (SDA). Hal ini berkaitan dengan praktik usaha tersebut di tengah-tengah konflik sosial seperti dengan Masyarakat Adat.

Masyarakat Adat adalah pihak yang dianggap sering berkonflik dengan perusahaan tersebut dalam hal hak ulayat atau hak adat. Menurut pihak Greenpeace, masalah itu bahkan sering kali terjadi dan belum ada solusinya.

"(Konflik) itu hampir terjadi di semua di Indonesia, kalau Bapak Ibu lihat dari Papua, mungkin ini adalah isu atau liputan yang sering kali muncul," ujar Greenpeace Indonesia melalui Senior Forest Campaigner, Syahrul Fitra.

Syahrul Fitra menyampaikan hal itu dalam acara Hari Pers Nasional 2024 di Jakarta pada Minggu, 18 Februari 2024. Acara itu diketahui bertajuk "Selamatkan Planet Bumi melalui Penerapan Prinsip ESG" dan disiarkan di kanal YouTube PWIOfficial.

"Jadi pertanyaan soal apakah bagaimana konflik Masyarakat Adat, dan berbagai konflik yang muncul antara perusahaan dan Masyarakat Adat itu selalu terjadi. Jadi masalah sosial ini belum terselesaikan sampai hari ini," ujarnya.

"Selain masalah dari sisi internal mereka (seperti) soal karyawan, perbudakan, dan sebagainya, itu sifatnya internal di perusahaan, tapi yang sifatnya eksternal itu dampaknya jauh lebih luas lagi," katanya lagi.

Cara perusahaan eksploitasi SDA

Syahrul Fitra dari Greenpeace Indonesia menyebut salah satu strategi perusahaan dalam mengeksploitasi SDA di Indonesia adalah dengan membuat perusahaan seolah-olah tidak berkaitan dengan perusahaan lainnya. Padahal sejatinya ada kaitan antara mereka.

"Hampir semua perusahaan yang mengesktraksi sumber daya alam di Indonesia berpraktik dengan cara (menerapkan) struktur perusahaan yang begitu rumit sehingga mereka bisa memutus hubungan antara perusahaan dan perusahaan lain seolah-olah perusahaan ini sudah melakukan praktik governance yang bagus, sosialnya sudah jalan," katanya.

"Padahal di tempat yang lain, lewat perusahaan-perusahaan bayangan mereka, mereka tetap mengekstraksi, tetap berkonflik dengan Masyarakat Adat, menghancurkan lahan gambut misalnya," ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat