PIKIRAN RAKYAT – Sebagai negara maritim, impor garam yang sangat tinggi merupakan potret kenyataan yang bertolak belakang.
Hal itu dipicu kuantitas dan kualitas garam dalam negeri yang masih rendah.
Tim dosen dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) mencoba memberi secercah titik terang pada masalah tersebut.
Baca Juga: Presiden Jokowi Ajak Masyarakat Sukseskan Sensus Penduduk 2020
Kebutuhan garam masyarakat Indonesia, untuk keperluan industri dan pangan, belum sesuai dengan produksi garam dalam negeri.
Produksi garam naik turun karena masih bergantung pada kondisi alam.
Dari segi kualitas, tingkat kemurnian garam dalam negeri pun tidak sesuai dengan kebutuhan industri.
Baca Juga: Simak Tipe Pacar Idaman untuk Setiap Zodiak agar Hubungan Langgeng
Industri petrokimia membutuhkam garam dengan tingkat kemurnian mencapai 98%, sedangkan tingkat kemurnian garam dalam negeri baru 90%.
Tingkat kemurnian garam 90% baru memenuhi standar untuk keperluan pangan.
Padahal, sektor yang paling banyak membutuhkan garam adalah sektor industri, bukan rumah tangga. Oleh karena itu, sektor industri lebih memilih mengimpor garam.
Baca Juga: Kementerian Kesehatan Jepang Konfirmasi Virus Corona dari Tiongkok Telah Terjangkit sampai Negaranya
Untuk menekan impor garam, masalah kualitas dan kuantitas garam perlu dibenahi dengan bantuan teknologi.