kievskiy.org

Nanoteknologi  dari Limbah Pertanian , Hasilkan Plastik Kuat dan Ramah Lingkungan

PRODUK Nanobiosilica.*/DOK. Balitbangtan Pasca Panen Kementan
PRODUK Nanobiosilica.*/DOK. Balitbangtan Pasca Panen Kementan

SAMPAH plastik di negara kita sekarang ini sudah begitu bejibun, sehingga membahayakan lingkungan dan makhluk hidup. Satu contoh yang membuat kita miris adalah ditemukannya paus sperma yang mati terdampar di perairan Pulau Kapota, Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Senin (19/11/2018). Paus itu menelan hampir enam kilogram plastik dan sandal jepit. Betapa berdosanya umat manusia yang secara tidak langsung sudah membunuh mamalia dengan membuang serampangan sampah plastic.

Berangkat dari keprihatinan terhadap limbah plastik yang  banyak itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Bogor  mengembangkan  enam produk nanoteknologi dengan memanfaatkan limbah pertanian.   Produk nanoteknologi tersebut  diluncurkan bersamaan dengan beras Inpari IR Nutri Zinc untuk mengatasi stunting, dan kedelai biosoy  di Kantor Balitbangtan, Jalan Cimanggu, Kota Bogor, Kamis (22/8/2019).

Peneliti nanoteknologi Dr Evi Safitri menuturkan, ada enam produk nanoteknologi yang berhasil dikembangkan oleh  Balitbangtan yakni  bioplastik nanoselulosa,  biofam, nanobiosilika cair, nanobiopestisida cair, nanocoating benih, dan nanohidrogel.

Bioplastik umumnya diproduksi dari pati khususnya pati singkong.  Sayangnya, bioplastik yang ada di pasar saat ini masih memiliki kekurangan yakni kekuatan tariknya yang rendah, sehingga kurang kuat menahan beban.  Melalui penelitian nanoteknologi, Balibangtan kemudian berinovasi dengan memberikan tambahan nanoselulosa yang dihasilkan dari limbah pertanian.

“Bioplastik yang ada kita coba perbaiki dengan menambah nanoselulosa, dari limbah pertanian memanfaatkan jerami-jerami  yang bertumpuk di petani. Penambahan ini terbukti mampu meningkatkan kuat tarik sekaligus menurunkan permeabilitas bioplastik,” tutur Evi kepada “PR.

Evi menuturkan,  keunggulan dari  bioplastik nano selulosa adalah plastik tersebut dapat terurai secara alami dalam waktu sekitar 60 hari. Evi meyakini, jika  bioplastik nano selulosa diproduksi secara massal, persoalan timbunan sampah plastik dapat teratasi.

“Sekarang kan isunya  semakin santer, ikan-ikan di kita bahkan sudah makan plastik. Dengan teknologi ini,  sebenarnya kerusakan lingkungan akibat penggunaan plastik yang sudah di ambang batas dapat terpecahkan,” kata Evi.

Kemasan alternatif

Tak hanya bioplastik nano selulosa,  produk ramah lingkungan lainnya yang sudah dikembangkan Balibangtan yakni biofoam, kemasan alternatif pengganti styrofoam. Biofam  terbuat dari bahan baku alami, yakni pati dengan tambahan serat nano selulosa limbah pertanian seperti jerami.  Produk biofam juga dapat terurai dalam waktu kurang dari dua bulan jika dibuang ke lingkungan yang bersentuhan dengan tanah.

“Bahkan kalau dibuang ke tempat yang lebih lembab maka akan terurai lebih cepat. Biaya produksi biofam ini Rp 700 hingga Rp 1.500 per buah, tergantung pada sumber serat dan ukuran biofoam,” ucap Evi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat