SEUMPAMA manusia, bising knalpot kendaraan yang selalu ia dengar tak pernah berhenti setiap hari. Tak jauh di depannya, kumpulan orang mengantre membersihkan badan di WC umum.
Di kanan, kiri, dan belakangnya, tembok putih yang mulai kusam berdiri kaku. Bau busuk dari sampah menambah sempurna rasa sesak. Namun dia tetap kokoh berpijak di atas tanah yang hanya berukuran 2x2 meter menunggu untuk dipulangkan.
Tempatnya memang bukan di sana. Tak pantas ia tinggal berdempetan dengan tempat pembuangan sampah. Selama 24 tahun sudah ia berdiam di tempat yang tak layak dan tidak terawat. Padahal, sekeping kisah perjuangan tersimpan di sana. Tertulis jelas di atasnya, “Tugu Pahlawan Revolusi 17-08-45”. Itulah tugu mungil di kawasan Cipadung, Bandung Timur.
Di kawasan Cipadung Legit sempat terdapat makam para pahlawan pejuang kemerdekaan. Untuk menandainya, di kawasan itu dibangun Tugu Pahlawan Revolusi dengan tinggi sekitar 3 meter. Namun sengketa tanah membuat tugu itu harus berpindah tempat bersama dengan makam-makam pahlawan yang tak dikenal.
Musono bercerita, beberapa hari setelah proklamasi kemerdekaan, banyak perlawanan dari rakyat di berbagai daerah untuk mengusir Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia termasuk di Bandung.
“Waktu itu ada pertempuaran meski bukan peretempuran dahsyat. BKR (Badan Keamana Rakyat) mencoba menghadang Belanda yang datang dari Cileunyi. Penghadangan itulah yang terjadi di sepanjang Jalan Cipadung hingga dibangun tugu peringatannya,” katanya.
Ugan, pengelola Taman Makam Pahlawan Cikutra menjealskan jika pahlawan revolusi yang sebelumnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cipadung dialihkan ke Blik I di Cikutra. Di nisan mereka tidak tertera nama. Batu niasn hanya bertuliskan Laskar Rakyat Pahlawan Tak Dikenal yang meninggal tahun 1945.