kievskiy.org

Anak Telanjur Bermasalah, Netty: Jangan Perlakukan Seperti Sampah

KETUA Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat Netty Heryawan menjadi pembicara dalam Forum Silaturahim Majelis Taklim dengan tema 'Mempersiapkan Generasi Terbaik di Akhir Zaman', di Gedung Fathul Khoir, Jalan Raya Timur Nomor 288, Cicalengka, Kabupaten Bandung, Sabtu 3 Juni 2017.*
KETUA Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat Netty Heryawan menjadi pembicara dalam Forum Silaturahim Majelis Taklim dengan tema 'Mempersiapkan Generasi Terbaik di Akhir Zaman', di Gedung Fathul Khoir, Jalan Raya Timur Nomor 288, Cicalengka, Kabupaten Bandung, Sabtu 3 Juni 2017.*

SOREANG, (PR).- Setiap anak tidak pernah meminta dilahirkan. Setiap anak juga tidak bisa memilih siapa yang akan menjadi orangtuanya. Karena itulah, para orangtua selayaknya menganggap anak sebagai anugerah dan titipan yang harus dijaga dari kerusakan zaman, bukan sebagai beban apalagi sumber masalah.

Orangtua harus meluruskan persepsi tentang nilai seorang anak, memperbaiki gaya berkomunikasi, dan cara berinteraksi dengan anak. Selain itu, orangtua juga harus kompak menjaga pola pengasuhan yang baik serta lebih banyak mendengar keluhan anak sehingga tumbuh kembang anak dapat optimal dan berkarakter emas.

Namun, bila anak terlanjur khilaf dan melakukan kesalahan seperti terlibat dalam penggunaan dan peredaran narkoba atau pergaulan bebas, demgan tegas, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat Netty Heryawan menjawab, setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Sangatlah manusiawi jika seseorang melakukan kesalahan. Namun tidak tepat jika lantas orang yang berbuat salah diperlakukan seperti sampah masyarakat.

"Orang berbuat salah itu manusiawi. Jangan perlakukan anak sebagai sampah hanya karena telah melakukan kesalahan," ujar Netty saat menjadi narasumber dalam acara Forum Silaturahim Majelis Taklim (FORSIL MT), dengan tema 'Mempersiapkan Generasi Terbaik di Akhir Zaman', di Gedung Fathul Khoir, Jalan Raya Timur Nomor 288, Cicalengka, Kabupaten Bandung, Sabtu 3 Juni 2017.

Netty mengungkapkan, orangtua justru harus bersikap suportif. Dengan dukungan orang-orang terdekatnya, anak akan cenderung berani untuk berubah dan memulai kehidupan yang lebih baik. Orangtua juga harus mulai merancang regulasi untuk menangani kasusnya sehingga permasalahan anak dapat diurai sekaligus mengubah karakternya.

"Kita harus menunjukkan bahwa kita selalu ada untuk mereka. Kita harus tunjukkan dukungan bahwa kesalahan bukan sesuatu yang final dan tidak bisa diperbaiki." Kata Netty.

"Lakukan kesepakatan sesuai dengan kasusnya, bahwa kesalahan tidak boleh diulang dan anak harus lakukan banyak kebaikan," katanya.

Lalu bagaimana dengan orangtua yang memasukkan anaknya ke pesantren? Netty beranggapan, tindakan orangtua memutuskan untuk memasukkan anak ke pesantren tanpa mengindahkan pendapat anak merupakan diskriminasi orangtua kepada anak. Seharusnya, kata Netty, orangtua membuka ruang dialog, memberikan penjelasan pada anak mengenai perbandingan sekolah umum dan pesantren, memberikan kesempatan pada anak untuk memilih berdasarkan kesadarannya sendiri di mana ia akan menimba ilmu.

"Jika orangtua ingin melempar tanggung jawab pendidikan dengan memasukkan anak ke pesantren, itu namanya orangtua bayar. Ingin anaknya pintar, tapi tidak mau terlibat mendidik anaknya," ucap Netty.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat