kievskiy.org

Warga Kampung Adat Cireundeu Peringati 13 Tahun Tragedi Leuwigajah

CIMAHI, (PR).- Tragedi longsor sampah di TPA Leuwigajah menginjak peringatan ke-13 tahun, Rabu, 21 Februari 2018. Peringatan perlu dilakukan agar kejadian serupa tak terulang dan sampah perlu dikelola dengan baik agar tidak mencelakakan masyarakat.

Peringatan longsor sampah TPA Leuwigajah menjadi bagian tradisi warga adat Kampung Cireundeu bersama warga setempat di RW 10 Kel. Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan Kota Cimahi. Prosesi diawali dengan pembukaan soal sejarah tragedi yang menewaskan ratusan jiwa di Kp. Cilimus dan Kp. Pojok perbatasan Kota Cimahi-Kab. Bandung Barat (dulu Kab. Bandung). 

Lalu, dilakukan doa bersama dan tabur bunga dan siram air dari mata air yang berada diantara tumpukan sampah untuk memperingati mereka yang tewas akibat kejadian tersebut. Suara mengalun dari karinding yang ditiup diantara semilir angin dan panas terik matahari yang menyengat.

Panitren Kampung Adat Cireundeu, Asep Abas menuturkan, ritual diperuntukan bagi arwah leluhur dan sesepuh dengan harapan diberikan tempat terbaik di sisi sang pencipta. Termasuk bagi mereka yang tewas tertimbun longsoran sampah.

Baca juga: Begini insiden longsor TPA Leuwigajah

"Yang terdata 157 tewas, sekitar 20 orang lainnya tidak ketemu terdiri dari 7 orang warga dan sisanya pemulung. Ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa tragedi ini jangan sampai terjadi dimanapun," ujarnya.

Prosesi tabur bunga dan air dari mata air melambangkan agar setelah kejadian ini hanya wewangian yang tersebar dari Leuwigajah. Serta air dari mata air diharapkan dapat mengembalikan fungsi lingkungan semula.
"Dari dulunya mata air lalu tertimbun, dan mudah-mudahan kembali jadi mata air lagi karena alam mulai memulihkan dirinya disini," ungkapnya.

Masih perlu dibenahi

Saat kejadian pada 21 Februari 2005, kawasan tersebut diterpa hujan deras semalaman. Gunungan sampah sepanjang 200 meter dan setinggi 60 meter itu goyah karena diguyur hujan deras dan terpicu konsentrasi gas metan dari dalam tumpukan sampah hingga menyapu permukiman yang ada dibawahnya sejauh 1 km. 

Di TPA tersebut, sampah hanya dibuang begitu saja dengan sistem open dumping. "Sebelumnya memang sudah ada tanda-tanda pergerakan sampah, sudah mengingatkan warga tapi karena Tuhan menghendaki lain sehingga terjadilah peristiwa itu," katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat