kievskiy.org

KB Pria di Bandung Barat Terus Meningkat

NGAMPRAH, (PR).- Partisipasi pria di Kabupaten Bandung Barat dalam program Keluarga Berencana menunjukkan peningkatan. Pada April 2018, jumlah KB pria mencapai 1,96 persen atau sebanyak 4.799 orang dari total peserta aktif 245.258 orang.

"Angka ini tergolong tinggi dan sekaligus menunjukkan peningkatan partisipasi KB pria di Bandung Barat," ujar Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak KBB Asep Wahyu didampingi Kabid KB dan Kesehatan Reproduksi Aam Lativah, Selasa, 22 Mei 2018.

Menurut Asep, peserta KB pria kebanyakan berasal dari wilayah perkotaan, seperti Lembang, Padalarang, dan Ngamprah. Metode yang diterapkan terdiri atas medis operasi pria (MOP) serta penggunaan kondom.

Partisipasi pria dalam KB, lanjut dia, dibutuhkan ketika wanita pasangannya mengalami kendala ketika akan menerapkan metode KB. "Jadi, yang ikut KB tidak harus selalu wanitanya, tetapi pria juga ikut mendukung," katanya.

Asep menuturkan, para peserta aktif KB pria ini masih dalam rentang usia subur. Namun, mereka berkomitmen untuk tidak lagi memiliki keturunan setelah memiliki dua anak.

Dikatakan dia, jumlah partisipasi KB pria setiap tahun menunjukkan peningkatan. "Bahkan jumlahnya bisa sampai 100 persen lebih dari target," katanya.

Hal itu juga mengantarkan Bandung Barat meraih penghargaan tingkat provinsi beberapa waktu lalu. Daerah ini menyabet juara 1 Kelompok KB Pria serta juara 3 Pengelola KB Pria Tingkat Jawa Barat.

Dia menambahkan, pihaknya terus menyosialisasikan program KB terutama kepada pasangan usia subur yang tidak ingin memiliki anak lagi setelah dikaruniai dua anak ataupun mereka yang ingin menunda kelahiran anak. Tahun ini, ada sebanyak 45.842 pasangan usia subur yang menjadi sasaran program Keluarga Berencana.

Selain memberikan pemahaman mengenai penggunaan alat kontrasepsi, pihaknya juga terus menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai pentingnya memahami kesehatan reproduksi. Hal itu terutama kepada para orangtua yang memiliki anak remaja. "Sebab tak jarang, minimnya pemahaman reproduksi menyebabkan tingginya angka pernikahan dini," ujarnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat