BANDUNG, (PR).- Rencana pembangunan jalan tol dalam kota harus dikaji lebih matang. Perhitungan akses masuk kendaraan langsung ke pusat kota harus terintegrasi dengan jalan nontol. Idealnya kendaraan luar kota tersambung dengan ketersediaan transportasi umum lokal.
”Tol dalam kota ini ambil contoh di Jakarta, Bogor, Tol Purbaleunyi. Itu pembangunan jalan tol tidak terintegrasi dengan baik dengan nontol. (Dengan adanya tol dalam kota) Efek bola salju ke mana-mana. Jadi, jangan melihat kemudahan jalan tol,” ujar Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Sony Sulaksono, saat dihubungi, Senin 7 Januari 2019. Menurut dia, jalan tol itu hanya solusi sesaat untuk masa depan yang lebih parah. Angkutan massal itu solusi sulit, tetapi untuk masa depan yang lebih baik.
Akses masuk Kota Bandung dari Tol Purbaleunyi menjadi salah satu contoh perencanaan yang tidak mengindahkan proyeksi pertumbuhan kendaraan dan dampaknya terhadap lalu lintas kota pada masa mendatang. Kepadatan kendaraan terus merangsek ruas nontol selepas gerbang Tol Pasirkoja, Kopo, Mohammad Toha, serta Buahbatu. ”Bakal terjadi penumpukan. Semua dengan mudah masuk Kota Bandung. Di dalam jalan tol tidak masalah, tetapi keluar tol jadi masalah baru,” ujarnya.
Padahal, hasil kajian studi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITB pada 2017, kepadatan terjadi di ruas jalan menuju pusat kota sudah tergolong jenuh.
Cikal bakal BIUTR yang mulai sulit menampung kepadatan
Kondisi padatnya lalu lintas di pintu masuk kota tercatat pada kajian LPPM ITB yang menghitung rasio volume per kapasitas yang menjadi ukuran kapasitas jalan terhadap jumlah kendaraan yang melintas volume to capacity ratio (VC ratio). Sebagai contoh, angka VC ratio 0,85 didapat jika kapasitas jalan 10 meter persegi, volume kendaraan mencapai 8,5 meter persegi.
Saking padatnya, VC ratio Jalan Mohammad Toha tercatat bisa mencapai 0,98 pada sore hari. Nyaris memenuhi total kapasitas jalan tersedia. Pada waktu yang sama, VC ratio Jalan Kopo mencapai 0,93, dan Jalan Cibaduyut 0,90.
VC ratio adalah jumlah kendaraan pada satu segmen jalan dalam satu waktu dibandingkan dengan kapasitas jalan raya tersebut. Makin tinggi nilai VC ratio, makin rendah kualitas jalan tersebut. Sebaliknya, makin tinggi kecepatan perjalanannya, makin tinggi kualitas ruas jalan tersebut.
Akses dari Tol Pasteur juga turut mempercepat kepadatan menuju pusat kota. Jalan Layang Pasteur-Surapati (Pasupati) yang juga menjadi cikal bakal tol dalam kota rute Pasteur-Gedebage (BIUTR) kesulitan menampung kendaraan yang masuk-keluar Bandung.
Tol Transjawa yang telah menghubungkan Merak hingga Surabaya patut diperhitungkan. Tanpa adanya pembatasan kendaraan menuju pusat kota, kata Sony, kenyamanan lalu lintas kota dalam menyambut wisatawan mustahil. ”Tol itu merangsang orang membawa mobil. Seharusnya diperhitungkan bagaimana menekan publik bawa mobil,” tuturnya.