kievskiy.org

Penanganan PKL Cicadas, Kembali ke Masa Aa Tarmana

REFLEKSI lapak pedagang kaki lima Cicadas terlihat dari cermin toko emas di kawasan Cicadas, Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung, Selasa 8 Januari 2019. Meski Jalan Ahmad Yani termasuk zona merah atau kawasan terlarang bagi PKL, praktis tidak ada program besar lagi dari Pemkot Bandung untuk memindahkan pedagang.*/ARIF HIDAYAH/PR
REFLEKSI lapak pedagang kaki lima Cicadas terlihat dari cermin toko emas di kawasan Cicadas, Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung, Selasa 8 Januari 2019. Meski Jalan Ahmad Yani termasuk zona merah atau kawasan terlarang bagi PKL, praktis tidak ada program besar lagi dari Pemkot Bandung untuk memindahkan pedagang.*/ARIF HIDAYAH/PR

YAYA (64) buru-buru merapikan ratusan pasang kaus kaki yang ia jual ketika ­hujan deras kembali mengguyur kawasan ­Cicadas, Kota Bandung, Selasa 8 Januari 2019 siang. Limpasan air ­membasahi trotoar tempatnya menggelar kain terpal. Tak jauh dari sana, air ­menggerojok dari sobekan di tenda-tenda pedagang, menciptakan genangan ­setinggi mata kaki di lubang-lubang trotoar. 

Di luar lorong tenda pedagang, sebagian bahu Jalan Ahmad Yani juga terendam air. Kendaraan menyemut terjebak macet yang sudah menjadi rutin. Klakson bersahutan menambah semrawut suasana. Sulit mengatakan kawasan itu tidak kumuh. 

”Ya begini risiko berjualan di sini. Kalau hujan turun, air bocor di mana-mana. Pembeli juga sepi,” kata Yaya yang menggelar dagangannya di depan Apotek Farmindo. 

Yaya sudah berjualan di trotoar Jalan Ahmad Yani sejak awal dekade 1970. Ia merupakan satu dari ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang terusir dari Pasar Mambo, sebuah pasar kaget di penggal Jalan Ibrahim Adjie yang ditutup setiap sore hingga malam hari. Di trotoar Jalan Ahmad Yani, mereka bergabung dengan belasan pedagang yang telah terlebih dahulu berjualan dengan me­nempel di depan rumah-rumah toko (ruko).  

Casman (55) mengatakan, ayahnya merupakan salah satu generasi pertama PKL di trotoar Jalan Ahmad Yani yang mulai berjualan pada dekade 1960. Apotek Farmindo itu dulunya bernama Toko Timur. Membantu ayahnya berjualan sejak kecil, Casman sudah belasan kali bergonta-ganti barang dagangan. Saat ini, ia menjual pakaian yang dipasok dari Tanah Abang, Jakarta. 

”Lapak inilah sumber penghasilan keluarga kami. Alhamdulilah, saya bisa membesarkan dua anak yang sekarang sudah memberikan saya dua cucu,” ucapnya.

Tibum tak membuat PKL Cicadas jera

Saat ini, tercatat 602 pedagang di sepanjang trotoar Jalan Ahmad Yani atau lebih dikenal sebagai PKL Cicadas. Barang jualan mereka beragam, mulai dari pakaian, makanan, hingga pernak-pernik rumah tangga. Gonta-ganti wali kota tidak juga berhasil memindahkan para pedagang dari trotoar yang semestinya menjadi hak pejalan kaki. 

Operasi ketertiban umum (tibum) yang gencar dilakukan pemkot pada kurun 1980-1990 tidak membuat para pedagang jera. Yaya dan Casman mengaku berkali-kali diangkut petugas ke balai kota. Namun, setelah urusan administrasi diselesaikan, mereka kembali berjualan sambil waspada menghadapi tibum berikutnya. 

Pada masa pemerintahan Wahyu Hamijaya (1993-1998), para PKL dipindahkan ke lapangan terbuka yang kemudian menjadi Bandung Trade Mall (BTM). Hanya bertahan sebulan, para pedagang kembali ke trotoar. Pada era kepemimpinan Wahyu inilah terjadi insiden bentrok antara pedagang dan petugas yang merembet ke perusakan ruko-ruko di sepanjang Jalan Ahmad Yani. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat