kievskiy.org

TNI Bersihkan Sampah, Pembudidaya Ikan Cepat Panen

MASYARAKAT memanfaatkan saluran irigasi untuk budi daya ikan.*/ENGKOS KOSASIH/GALAMEDIA
MASYARAKAT memanfaatkan saluran irigasi untuk budi daya ikan.*/ENGKOS KOSASIH/GALAMEDIA

SOREANG, (PR).- Di hulu Sungai Citarum yang melintasi Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung sejumlah warga memanfaatkan air Sungai Citarum untuk memelihara ikan sebagai sumber penghidupan masyarakat sekitar. Hal itu dialami Yayah (60) warga Kampung Wangisagara Hilir, Desa Wangisagara Kecamatan Majalaya yang sudah sejak tahun 2000 secara mandiri membudidayakan ikan mas dan ikan nila di aliran irigasi Ciwalengka depan rumahnya. 

Yayah secara otodidak memanfaatkan air bersih yang mengalir deras dari Sungai Citarum yang dialirkan ke saluran irigasi Ciwalengke di kampungnya untuk membesarkan ikan peliharaannya.

Sebuah teknik tradisional pembesaran ikan dengan memanfaatkan arus mengalir masih diterapkan oleh Yayah. Keyakinan Yayah bahwa dengan adanya arus yang deras akan membuat ikan bisa cepat lebih besar karena dipaksakan untuk melawan arus air dan secara alami akan mendapatkan nutrisi tambahan dari jasad renik yang banyak terdapat pada air.

"Konsumen lebih senang membeli ikan yang berasal dari pembudidayaan arus sungai di Kampung Wangisagara Hilir karena ikannya terasa segar bila dimasak," kata Yayah kepada wartawan, Rabu 9 Oktober 2019. Hal itu ia ungkapkan  setelah mendapatkan cerita dari konsumennya sendiri saat membandingkan membeli ikan mas di daerah lain.

"Memang terasa agak lambat masa panennya, antara usia 3 sampai 5 bulan, namun tidak mengapa karena saya sudah menyiapkan beberapa lapak kolam di aliran irigasi untuk proses pembibitan. Kadang permintaan konsumen begitu cepat sehingga ikan yang belum siap panenpun kadang ikut terjual, kasihan konsumen bila sudah jauh-jauh datang tidak ada ikan," jelas Yayah.

Aliran irigasi

Yayah merupakan salah satu pembudidaya ikan air tawar yang masih ada, tadinya banyak pembudidaya yang memanfaatkan aliran irigasi dalam proses pembesaran.  Namun banyak yang bangkrut dikarenakan alih profesi maupun tidak bisa mengelola keuangan baik pemodalan maupun cara memasarkan. 

"Belum adanya pelatihan dari dinas perikanan atau entah pemerintah yang mana agar kami bisa lebih bertahan dalam pembudidayaan secara mandiri. Apalagi bantuan benih maupun pemodalan, akhirnya hanya diusahakan sendiri bila kami kesulitan modal, maklum kami takut berhutang," tutur Yayah kepada wartawan Galamedia, Engkos Kosasih.

Saat ini Yayah memiliki 7 lapak yang tiap lapaknya diberi penghalang besi atau seresek sebagai penghalang sampah yang selalu ada di aliran irigasi, tiap lapak berukuran 20 meter x 6,5 meter diisi kurang lebih 2,5 - 3 kuintal ikan mas dalam proses pembesaran. Untuk kebutuhan pakan dalam 1 minggu kurang lebih menghabiskan dana Rp 1 juta atau Rp 4 juta/bulan. Dengan kolam yang dimiliki maka perbulan pengeluarannya kurang lebih Rp 28 juta, bila sampai tiga bulan masa pembesaran, maka pengeluaran Yayah sebesar Rp 84 juta.

"Bila dihitung paling irit saja pengeluaran selama 3 bulan panen sebesar Rp 84 juta untuk modalnya, hal ini yang membuat sulit saya untuk menunggu masa panen semua. Maka yang terjadi saya harus menjual segera untuk membeli kembali pakan dan bibit agar tidak bersamaan panennya," ungkap Yayah.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat