PIKIRAN RAKYAT - Persawahan di Kampung Cibonteng, Desa Sumurbandung, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat sudah setahun lebih tak bisa ditanami padi. Kondisi itu terjadi setelah pasokan air tak ada lagi. Mata air warga yang menjadi sumber pengairan sawah itu lenyap ditimbun galian proyek terowongan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Jajang memasukkan potongan bambu yang dipegangnya ke lubang retakan sawah yang kering itu di persawahan Cibonteng, Rabu, 29 November 2023. "Sameter langkung (Satu meter lebih)," kata pria 40 tahun asal Cibonteng, RT 2 RW 1 memperkirakan kedalaman lubang retakan tersebut. Retakan-retakan tersebut memanjang dn bertebaran di area persawahan. Dalamnya lubang di celah-celah permukaan sawah garing tersebut cukup untuk menelan kaki orang yang berjalan di atasnya. Pikiran Rakyat yang berjalan kaki melintasi area retakan juga sempat terperosok.
Begitulah kondisi persawahan Cibonteng. Retakan bermunculan setelah sawah tak bisa lagi ditanami padi. Jajang mengungkapkan, luas persawahan yang kekeringan itu mencapai sekira satu hektare. Lokasinya terbentang dari dekat terowongan poros miring kereta cepat yang digunakan untuk aktivitas pengangkutan galian proyek itu hingga kawasan jembatan kereta api Sasaksaat.
Warga sebetulnya sempat memperoleh air hasil penyedotan terowongan oleh pihak proyek tahun lalu. Sementara sumber air utama warga guna pengairan sawah dari mata air Cisulap sudah lenyap ditimbun tanah galian terowongan. Setelah proyek rampung, pasokan air pun tandas. "Ayeuna tos ditutup pisan (Sekarang sudah ditutup sama sekali)," kata Jajang.
Ia menambahkan, pihak proyek sempat membuat sumur bor sebagai sumber pasokan air warga. Namun warga tak bisa menggunakannya karena tidak ada aliran listrik untuk menyedot airnya. Kondisi tersebut berbeda jauh saat proyek kereta cepat hadir dan Cisulap masih ada. Sawah-sawah warga tak kesulitan memperoleh air. Pasokan air bahkan melimpah dan tetap ada kendati di musim kemarau.
Sawah yang tak bisa ditanami padi membuat Jajang terpaksa membeli beras. Dulu, ia mengaku jarang membeli beras. Sebagai petani penggarap, Jajang memperoleh bagian hasil panen padi secara cuma-cuma sehingga tak perlu membeli beras. Kini, Jajang hanya bisa menanami sawah kering garapannya dengan palawija, seperti jagung, ubi jalar, kacang.
Keadaan serupa dialami warga Cibonteng lainnya, Asep Sutarya, 55 tahun. Asep juga memiliki sawah seluas 2.000 meter persegi yang ikut mengering karena kondisi tersebut. "Sataun mah henteu pisan (Sudah setahunan sama sekali tak ditanami padi)," ucapnya. Ketimbangan lahan menganggur, Asep berencana menanaminya dengan tanaman lain selain padi.
"Upami hujan teras, naon bae dicecebkeun, aya jagong aya suuk, ulah nganggur, nyaah pami lahan dikosongkeun (Kalau hujan terus, mau ditanami apa saja, bisa jagung, kacang tanah, jangan sampai lahan nganggur, sayang kalau dikosongkan)," tuturnya. Keluhan terkait kondisi itu sebetulnya telah disampaikan ke Kepala Desa. Kehadiran sumur bor juga menjadi respons atas permasalahan itu. Persoalannya, adanya sumur bor tak didukung fasilitas listrik sehingga tak terpakai. Sumur bor pernah digunakan warga saat pengerjaan proyek masih berlangsung. Aliran listrik dari proyek dipakai untuk menyedot air dari sumur bor. Namun proyek selesai, aliran listrik itu juga ikut rampung.